REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Tim Misi Pencari Fakta PBB telah merilis laporan tentang keterlibatan perusahaan dari sejumlah negara yang menjual senjata kepada Myanmar. Mereka berisiko terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis Rohingya.
Israel merupakan satu dari tujuh negara yang telah memperdagangkan senjata kepada Myanmar sejak 2017. Menurut laporan Tim Pencari Fakta PBB, perusahaan Israel Aerospace Industries setuju menyediakan empat kapal penyerang cepat Super-Dvora Mk III kepada Angkatan Laut Myanmar. Dua di antaranya dikirimkan pada April 2017.
Selain itu, perusahaan swasta Israel, TAR Ideal Concepts, juga disebutkan dalam laporan Misi Pencari Fakta PBB. “Israel secara khusus mengizinkan transfer senjata yang dicakup oleh ATT (Arms Trade Treaty) pada saat negara itu memiliki pengetahuan atau seharusnya memiliki pengetahuan, mereka (senjata-senjata) akan digunakan melakukan kejahatan berat di bawah hukum internasional,” kata laporan tersebut.
Laporan itu mendesak PBB menjatuhkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan yang dikelola militer Myanmar. Ia pun menyarankan agar mereka hanya menjalin bisnis dengan perusahaan yang tidak berafiliasi dengan militer.
Watchdog Global Witness menyebut laporan itu adalah seruan. “Pemerintah global dan perusahaan yang menemukan diri mereka terhubung dengan perusahaan militer karena itu tidak dapat lagi memohon ketidaktahuan,” katanya, dikutip laman Al Araby.
Awal tahun ini organisasi HAM Amnesty International mengecam Israel karena terus menjual senjata ke negara-negara yang dituding melakukan pelanggaran HAM berat, termasuk Myanmar, “Perusahaan Israel terus mengekspor senjata ke negara-negara yang secara sistematis melanggar HAM,” kata Amnesty.
“Seringkali senjata-senjata ini mencapai tujuan mereka setelah serangkaian transaksi, sehingga mengurangi pengawasan internasional serta aturan-aturan Israel itu sendiri,” ujar Amnesty dalam laporannya.
Israel memang telah lama dituding menjual senjata ke negara-negara pelanggar HAM meskipun terdapat embargo internasional. Negara-negara yang menjadi tujuan ekspornya antara lain Afrika Selatan selama apartheid, Rwanda semasa genosida 1994, dan Sudan Selatan yang dilanda perang sipil brutal.