Selasa 06 Aug 2019 16:08 WIB

Pengamat: Polemik drg Romi Hanya Puncak Gunung Es

Penyandang disabilitas punya hak yang sama untuk bekerja

Rep: Febrian Fachri/ Red: Esthi Maharani
Drg. Romi Syofpa Ismael menangis saat memberikan keterangan pers sebelum menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Drg. Romi Syofpa Ismael menangis saat memberikan keterangan pers sebelum menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG- Pemerhati hak-hak perempuan, anak, dan penyandang disabilitas Erlinda mengatakan pemerintah dan semua masyarakat Indonesia harus menjadikan momentum polemik Dokter Gigi Romi Syofpa Ismael untuk memahami pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Erlinda menyebut penyandang disabilitas punya hak yang sama di hadapan hukum, fasilitas dari negara dan hak untuk bekerja. Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat polemik drg Romi seperti fenomena gunung es. Ia ingin momen ini digunakan buat menyelesaikan begitu banyak persoalan terkait pemenuhan hak-hak disabilitas di Indonesia.

''Kami melihatnya bahwa kasus drg Romi  seperti fenomena gunun es. Hanya ujungnya saja yang terlihat,'' kata Erlinda kepada Republika, Selasa (6/8).

Erlinda yang kini menjadi Ketua Indonesia Child Protection Watch  menjelaskan, data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), dari 100 laporan yang masuk mengenai pelanggaran hak disabilitas, yang ditangani dengan baik hanya 10 kasus. Dan dari 10 kasus yang ditangani dengan baik tersebut yang berhasil hanya tiga kasus.

Erlinda menyebut, melihat fakta tersebut semua pihak harus masih terus mendorong pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.

Erlinda yang beberapa hari lalu turut mendampingi drg Romi bertemu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, semua kementerian dan lembaga dari pusat sampai daerah harus ramah terhadap disabilitas. Supaya mata rantai pelanggaran terhadap hak-hak disabilitas bisa diputus.

Agar persoalan serupa tidak terjadi lagi pada seleksi CPNS periode berikutnya, Erlinda juga meminta pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) agar membahas ulang aturan harus sehat jasmani dan rohani buat formasi umum.

''Kesehatan jasmani dan rohani itu yang bagaimana sih? Apakah kesehatan tubuh bagian dalam seperti jantung, paru-paru. Kalau disabilitas kan bisa disesuaikan dengan profesi dan keahliannya,'' ujar Erlinda.

Erlinda turut bersyukur polemik drg Romi yang semula dicoret sebagai lulusan CPNS kini telah diangkat kembali oleh Kemenpan RB berdasarkan surat rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Solok Selatan.

''Keberhasilan drg Romi sebagai momentum implementasi UU Disabilitas khususnya sosialisasi sehat jasmani pada rekrutmen CPNS,'' kata Erlinda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement