Rabu 07 Aug 2019 13:20 WIB

BPKN: Evaluasi Sektor Kelistrikan Secara Menyeluruh

Listrik merupakan komoditas strategis, vital dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Seorang pramuniaga merapihkan susunan sepatu di kawasan Pasar Baru yang mengalami pemadaman listrik, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Seorang pramuniaga merapihkan susunan sepatu di kawasan Pasar Baru yang mengalami pemadaman listrik, Jakarta, Senin (5/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Padamnya listrik total (blackout) pada 4-5 Agustus 2019 harus menjadi momentum yang penting untuk mengevaluasi dan menata kembali sistem kelistrikan nasional secara menyeluruh. Hal tersebut ditegaskan Koordinator Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E Halim.

"Listrik merupakan komoditas strategis, vital dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian listrik harus dikelola dengan sebaik-baiknya," kata Rizal di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Rabu (7/8).

Baca Juga

Ia mengatakan dalam perspektif perlindungan konsumen, blackout 4-5 Agustus 2019 merupakan momentum menguji komitmen perlindungan konsumen di Indonesia.

Rizal berharap PLN memberikan kepastian hukum bagi upaya perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UU no 8 tahun 1999 menjadi keniscayaan tidak hanya sekedar memberin kompensasi material kepada konsumen tetapi lebih dari sekedar itu.

"Kenyamanan, keamanan, keselamatan, ketenangan, dan lain sebagainya harus dirasakan konsumen sesuai amanat pasal 4-5 dalam UU 8/1999," tegasnya.

Berangkat dari perspektif ini, maka Rizal respon cepat untuk jangka pendek dibutuhkan untuk mendorong pemulihan hak 22 juta konsumen yang terkendala dampak blackout.

Pertama pemulihan hak konsumen diluar dana kompensasi yang diatur Permen ESDM 27/2017 merupakan hal yang mutlak dilakukan jika negara ini sadar akan hak hak konsumen yang tidak lain adalah warga negara Indonesia.

Kedua, PLN wajib mengidentifikasi kelompok konsumen yang terkena dampak blackout, mencatat keluhannya, menganalisis akibat blackout tersebut dan merespon dengan bijak dengan asaz asaz keadilan (fairness).

Ketiga, hindari pernyataan pernyataan yang menimbulkan kegamangan di publik termasuk istilah tehnis tanpa penjelasan sederhana.

Keempat, sosialisasi respon cepat ini dengan agresif untuk memberi empati kepada konsumen. Ini yang perlu segera dilakukan PLN dan pemangku kepentingan lainnya.

"Dalam horizon yang lebih panjang, kita perlu mengevaluasi sistem kelistrikan nasional, model bisnisnya, tingkat penggunaan teknologinya, hingga pelayanan konsumen di lapangan," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement