Rabu 07 Aug 2019 15:59 WIB

JK Minta Perbankan Turunkan Suku Bunga Kredit dan Deposito

Idealnya, suku bunga deposito tidak lebih dari 5 persen dan bunga kredit 7 persen.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolanda
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kanan) bersiap memberikan pengarahan saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Beyond Wealth 2019 di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kanan) bersiap memberikan pengarahan saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Beyond Wealth 2019 di Jakarta, Rabu (7/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap perbankan menurunkan suku bunga deposito (simpanan) dan suku bunga pinjaman secara bertahap. Ini, kata JK, sebagai bagian upaya untuk menggenjot pertumbuhan investasi yang lebih tinggi. JK menilai, dengan bunga rendah, akan memacu potensi masuknya banyak investasi

"Kita minta menurunkan secara bertahap bunga, baik bunga deposito, bunga BI-bank sentral, dan juga bunga pinjaman, target kita tujuh persen bunga pinjaman," ujar JK saat memberikan Keynote Speech pada Seminar Sesi Market Outlook Mandiri Beyond Wealth, di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (7/8).

Baca Juga

JK mengatakan, dengan inflasi yang berada di angka 3,5 persen, sebaiknya bunga kredit dan bunga deposito juga diturunkan. Apalagi, dengan kebijakan Bank Indonesia yang telah menurunkan suku bunga acuan BI menjadi 5,75 persen saat ini.

Menurut JK, idealnya suku bunga deposito tidak lebih 5 persen, sementara bunga kredit tidak lebih dari 7 atau 8 persen. Sebab, rata-rata bunga kredit saat ini berada di kisaran 8-10 persen.

"Jadi mestinya bunga simpanan itu atau bunga deposito tidak lebih daripada 5 persen. Kalau lebih dari 5 persen maka bunga pinjamannya jangan lebih daripada 7 persen atau 8 persen. lebih daripada itu tentu ekonomi tidak akan jalan," kata JK.

JK menegaskan, hidupnya perbankan tidak hanya ditopang dari tinggi bunga, tetapi juga tingginya pertumbuhan ekonomi. Sementara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, suku bunga acuan dan tingkat inflasinya harus tetap terjaga.

"Karena bank itu tidak hidup dari besarnya bunga, tapi  hidup dari tingginya pertumbuhan ekonomi, supaya mendapat fee based, kalau hanya mendapatkan fee daripada bunga deposito tinggi, ongkosnya mahal juga," ujar JK.

JK mengingatkan untuk tidak mengulangi kesalahan dengan mengaitkan inflasi dengan bunga. Hal ini yang terjadi saat krisis pada 1998 silam.

"Salah satu kesalahan utama yang terjadi kenapa kita krisis tahun 98, karena kita mengaitkan inflasi dengan bunga, begitu inflasi 60 persen maka bunga pinjaman 75 persen. Akhirnya bangkrut negeri ini dan semua kebangkrutan itu dibayar oleh negara," kata JK,

JK juga meminta perbankan tidak mengkaitkan tingkat suku bunga dengan bunga The Fed. Menurutnya, tidak akan ada masalah jika Fed Rate menguat lalu dolar AS mengalir keluar, tetapi rupiah masih berada di dalam negeri.

"Tidak ada hubungannya antara The Fed dengan Indonesia, karena rupiah tidak ke mana-mana. Terkecuali kalau tinggi bunga di Amerika, lalu rupiah lari-lari ke Amerika, itu baru masalah," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement