REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Minat wakaf dari masyarakat Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Namun, di sisi lain juga masih banyak masyarakat yang belum yakin bahwa harta yang diberikan tidak tersalurkan semestinya.
“Sebenarnya masyarakat kita itu masyarakat yang mau beramal, cuma barangkali pemahaman yang positif perlu lebih dibangun dan ditingkatkan pada masyarakat,” kata guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), KH Didin Hafidhuddin, kepada Republika.co.id, Rabu (7/8).
Menurut dia, jika lembaga terkait seperti badan wakaf dan KNKS serta pihak terkait berkoordinasi dengan baik, wakaf yang digalakkan tersebut akan memberi hasil yang lebih baik ke depannya. Dia menambahkan, jika pemahaman terkait wakaf mulai merata, tujuan wakaf sebagai roda perekonomian nasional juga bisa dilakukan.
“Hanya sayangnya, sampai saat ini wakaf masih ditujukan untuk kepentingan sosial, belum kepada arah ekonomi pembangunan,” kata dia.
Cendekiawan Muslim tersebut juga memaparkan, selama wakaf digunakan untuk kepentingan umum dan keagamaan, maka hal tersebut diperbolehkan. Sambungnya, wakaf mutlak bisa digunakan oleh siapa saja asalkan untuk kebaikan.
“Contohnya Pemerintah Aceh yang memiliki tanah di Makkah, di mana setiap jamaah haji asal sana (Aceh) mendapatkan dana sekitar 1.200 riyal dan itu merupakan wakaf juga,” kata dia.
Dia menuturkan, semua wakaf memiliki hukum yang sama, yaitu sangat dianjurkan, baik wakaf bergerak ataupun yang tidak bergerak. Selain itu, tidak ada batas minimal untuk berwakaf. “Karena selama ini masyarakat memiliki pandangan bahwa berwakaf itu nilainya harus besar, padahal tidak,” ungkap dia.