REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif meminta maaf atas keterlambatan penanganan kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.
"Saya akui di Komisi III waktu itu pernah menjanjikan kasus ini bisa selesai bulan Juli. Ini terlambat 7 hari. Tapi bukan kesengajaan tapi karena ada perkembangan baru. Kasus ini memang tidak mudah karena melibatkan banyak negara," kata Syarif di Gedung KPK Jakarta, Rabu (7/8).
Syarif menuturkan, dirinya, KPK dan masyarakat Indonesia merasa sangat kecewa melihat praktik korupsi di perusahaan negara dengan nominal yang cukup fantastis. Ditambah kasus ini diduga berskala internasional.
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah satu-satunya maskapai milik negara yang seharusnya, para penyelenggara negara di dalamnya mengutamakan negara, bukan malah memperkaya diri sendiri. "Kami harap tidak ada lagi penyelenggara negara di perusahaan negara yang malah merugikan negara dengan melakukan praktik-praktik korupsi," tegas Syarif.
Adapun, sambung Syarif, kesulitan yang dihadapi pihaknya dalam penanganan kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia lantaran selain bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam negeri, KPK juga bekerja sama dengan beberapa institusi penegak hukum yang ada di luar negeri, khususnya dengan CPIB Singapura dan SFO Inggris.
"Untuk memaksimalkan pengembalian ke negara, KPK saat ini melakukan pelacakan asset seluruh uang suap beserta turunannya yang diduga telah diterima dan digunakan oleh tersangka Emirsyah Satar, Direktur Utama PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk (periode 2005–2014) dan Hadinoto Soedigno, Direktur Teknik PT Garuda Indonesia ( Persero) Tbk, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri," terang Syarif.
Sejauh ini, kata Syarif, KPK telah berhasil melakukan penyitaan atas satu unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta. Selain itu,otoritas penegak hukum di Singapura juga telah mengamankan satu unit apartemen milik Emirsyah dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura.
"KPK mengucapkan terima kasih kepada otoritas penegak hukum di Singapura dan Inggris atas seluruh bantuan yang telah diberikan baik sejak awal dilakukannya penyidikan bersama maupun penyerahan alat bukti melalui jalur Mutual Legal Assistance," ujar Syarif.
KPK, tambah Syarif, juga mengucapkan terima kasih kepada central authoritiy MLA Kementerian Hukum dan HAM atas kerjasamanya selama ini. Syarif menambahkan, dalam pengembangan kasus ini, diduga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda, untuk itu KPK membuka peluang kerja sama dengan otoritas penegak hukum dari negara- negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini.
"KPK juga mengharapkan dukungan dan bantuan dari pemerintah, khususnya Kementerian BUMN untuk perbaikan tata kelola BUMN dan Kementerian Luar Negeri untuk diplomasi dan kerjasama internasional dalam penyelesaian kasus-kasus multi yuridiksi," ujar Syarif.
Syarif menegaskan, KPK akan terus melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang diperlukan supaya semua pihak yang terlibat dalam perkara ini bertanggung jawab sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku. Dalam kasus ini, KPK baru saja menemukan tersangka baru yakni Hadinoto Soedigno (HDS), Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012.
Selain itu, KPK juga menetapkan mantan direktur utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte.ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan tiga tersangka ini merupakan pengembangan kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero) periode 2004-2015.