REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa enggan mengomentari kasus dugaan korupsi di Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Rabu (7/8). Ia menjelaskan, ia belum menjabat gubernur sewaktu kasus itu terjadi.
Khofifah hanya meminta publik memberi kesempatan kepada KPK untuk menegakkan hukum. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terkait tersangka SPR dalam kasus tindak pidana suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung TA 2018.
"Nek kasus 2018 ojok takon aku rek (kalau kasus tahun 2018 jangan tanya saya). Kita berikan kesempatan bagaimana proses hukum berjalan," kata Khofifah ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (7/8) malam.
Selain menggeledah Kantor Dinas Perhubungan Jatim, penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di rumah Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jatim Fattah Jasin yang berada di Nginden Intan Tengah, Surabaya. Selain itu, penyidik KPK turut menyisir hunian rumah mantan Sekda Provinsi Jatim, Ahmad Sukardi.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung 2014-2019 Supriyono (SPR) sebagai tersangka korupsi terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018. Supriyono diduga menerima uang sebesar Rp 4,88 miliar.
Atas dugaan tersebut, Supriyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penetapan terhadap Supriyono merupakan pengembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi suap kepada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Kasusnya terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2018. Perkara itu diawali dengan operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 Juni 2018.