REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mabes Polri mengultimatum anggotanya di daerah agar menjamin keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Peringatan tegas tersebut disampaikan menyusul perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sanksi pencopotan kapolda atau pangdam (panglima daerah militer) yang tak mampu menghentikan karhutla.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, karhutla secara masif teridentifikasi di delapan provinsi, antara lain di Riau, Sumatra Selatan (Sumsel) dan Jambi. Selain itu, sejumlah daerah di Kalimantan juga mengalami hal serupa.
"Ada delapan Polda yang saat ini menjadi fokus kepolisian dalam penanggulan karhutla. Apabila anggota, baik di tingkat Polres, maupun di Polda melakukan pembiaran, pimpinan akan mengambil tindakan tegas," ujar dia di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (7/8).
Tindakan tegas tersebut, menurut Dedi, akan disesuaikan dengan kesalahan yang diperbuat. Bentuknya dapat berupa sanksi disiplin, penundaan kenaikan pangkat, dan penonaktifan dari jabatan.
"Sanksinya dapat berupa copot jabatan atau sanksi disiplin lainnya sesuai dengan kesalahannya," ujar Dedi.
Ultimatum Mabes Polri itu dikeluarkan sehari setelah Presiden Jokowi, pada Selasa (6/8), mengatakan akan mencopot kapolda dan pangdam yang tak mampu mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang kembali marak di Sumatra dan Kalimantan.
“Yang jelas, ada komitmen Polri untuk menjalankan perintah Bapak Presiden,” kata Dedi.
Terkait ultimatum tersebut, Dedi meminta agar kepolisian di semua wilayah rawan karhutla meningkatkan kinerja dalam mitigasi kebakaran. Dedi pun meminta agar kepolisian di daerah, bersama-sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), di darah rawan karhutla memperkuat kerja sama penanggulangannya.