REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan akan memberhentikan anggota taruna TNI yang terbukti terpengaruh radikalisme. Pernyataan tersebut terkait indikasi seorang taruna TNI berinisial "EZA" yang diduga pernah mendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Kalau benar, saya suruh berhentiin, nggak ada urusan," kata Ryamizard di halaman Istana Negara, Jakarta pada Rabu (7/8).
Menurut Menhan, ia tidak akan ragu memecat anggota TNI yang diketahui mendukung gerakan radikal tidak mendukung Pancasila. Untuk mencegah disusupinya TNI oleh pendukung gerakan radikal, Ryamizard menilai perlunya Penelitian Khusus (Litsus) terkait latar belakang anggota taruna.
"Harus dilitsus, terutama litsusnya adalah masalah Pancasila. Pancasila apa tidak, tentara itu menjalankan Pancasila," tegas Menhan.
Taruna Akmil keturunan Indo-Prancis, Enzo Zenz Allie, sempat menarik perhatian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Bahkan, videonya viral di media sosial setelah diajak berbicara bahasa Prancis oleh Panglima.
EZA diketahui memang fasih berbicara empat bahasa, yaitu bahasa Prancis, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Indonesia. Dia lahir di Prancis, tapi pindah ke Indonesia pada usia 13 tahun setelah ayahnya meninggal dunia dan memiliki status WNI.
Enzo Zens Ellie (18) keturunan Perancis saat menjadi santri di Pesantren Al Bayan, Anyer, Serang. Santri yang bercita-cita menjadi TNI sejak kecil ini akhirnya lolos dalam seleksi masuk Akademi Militer (Akmil) Magelang. (dok Humas Pesantren Al Bayan)
Namun, dia diduga terpapar gerakan HTI yang diketahui dari salinan gambar media sosial Facebook. Foto-foto dugaan Enzo terafiliasi dengan ideologi radikal juga menyebar di media sosial Twitter. Enzo disebut memiliki paham HTI karena sering menggunakan foto dengan latar bendera HTI.
Sebelumnya, Markas Besar TNI juga sudah merespons hal ini. "Kami dalami kasus ini. Jadi aparat teritorial, seperti kodam dan intelijen TNI di daerah akan diturunkan untuk mendalami masalah ini," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sisriadi, di Jakarta, Rabu malam.
"Kalau benar-benar dia memang ada ideologi selain Pancasila, ya mudah saja tinggal dikeluarkan, tapi kalau tidak kan, enggak usah. Sayang, kalau tidak terbukti dan ternyata berprestasi dikeluarkan begitu saja. Jadi، kita tidak buru-buru memutuskan bahwa yang bersangkutan terpapar radikalisme. Kita akan dalami secara menyeluruh, termasuk keluarga terdekatnya (orang tuanya dan kakak serta adiknya)," jelasnya.
Mabes TNI memastikan tiap taruna Akmil telah melalui seleksi ketat. Standar operasional prosedur (SOP) seleksi turut menelusuri ideologi yang dianut para calon taruna. Menurut dia, pemeriksaan terhadap paham-paham radikalisme ini terus dilakukan oleh TNI, namun tidak hanya Enzo, melainkan seluruh peserta didik di TNI.
"Tidak hanya Enzo. Teman Enzo juga kita lakukan penelusuran," kata jenderal bintang dua ini.
Pemeriksaan itu, kata Sisriadi, dilakukan secara simultan untuk menghindari kemunculan paham kiri maupun kanan di luar ideologi Pancasila dalam diri peserta didik. "Sistem yang ada di kami dalam perekrutan itu penelusuran ideologi itu terus dilakukan tidak hanya satu orang, tapi seluruh peserta didik," tuturnya.
"Terus ditelusuri selama mereka mengikuti pendidikan," ucapnya.