Kamis 08 Aug 2019 06:23 WIB

Illegal Fishing Hambat Indonesia Jadi Poros Maritim Dunia

Praktik illegal fishing memang masih terus terjadi di wilayah perairan Indonesia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Bakamla RI Tangkap 4 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia dan Vietnam di Laut Natuna.
Foto: dok. Puspen TNI
Bakamla RI Tangkap 4 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia dan Vietnam di Laut Natuna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal-kapal asing yang masih marak terjadi menghambat Indonesia menjadi poros maritim dunia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai diperlukan perbaikan, pemantapan, dan akselerasi dalam tata kelola kelautan.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP, Sjarief Widjaja mengatakan, pemantapan konsep Indonesia sebagai poros maritim dunia sangat diperlukan untuk mengatur arah kebijakan selama lima tahun ke depan.

Baca Juga

"Kita berada pada posisi review dan pemantapan kembali. Saat ini yang perlu dilakukan adalah membuat rencana aksi untuk membuat roadmap serta menunjuk team work lintas lembaga untuk memastikan seluruh target," kata Sjarief di Jakarta, Rabu (7/8).

Praktik illegal fishing memang masih terus terjadi di wilayah perairan Indonesia. Kurun waktu Januari-Agustus 2019, sejumlah 45 kapal ikan asing ditangkap. Sebanyak 18 kapal berasal dari Malaysia, 18 kapal Vietnam, 8 kapal Filipina, serta 1 kapal dari Panama. Selain kapal, KKP menertibkan 91 alat rumpon ilegal yang terpasang di perairan Indonesia.

Sjarief mengatakan, blue print untuk menuju Indonesia sebagai poros maritim sebetulnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Selain itu, diatur pula dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.

Pemerintah juga sudah menetapkan lima pilar utama poros maritim. Yakni pembangunan kembali budaya maritim Indonesia, menjaga dan mengelola sumber daya laut, infrastruktur dan konektivitas, diplomasi maritim, serta pertahanan dan keamanan. Namun, illegal fishing tetap terjadi.

Selain masalah illegal fishing, sektor perikanan dan kelautan masih memerlukan sertifikasi produk perikanan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Di sisi lain, kurangnya infrastruktur penunjang dan pembenahan sistem logistik dan transportasi laut ikut menghambat.

Secara bersamaan, Sjarief mengakui adanya penurnan minat rumah tangga nelayan pada sektor ini. Yang tak kalah penting, pemerintah mencatat banyak terjadi stunting pada anak karena kurang mengkonsumsi ikan.

Masyarakat Indonesia membutuhkan sekitar 50 kilogram ikan per orang per tahun. Dengan jumlah penduduk 260 juta, maka ikan yang harus disiapkan untuk konsumsi dalam negeri mencapai 12,8 juta ton. Sisanya, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

Sementara ini, KKP mengklaim sudah terjadi peningkatan produksi ikan karena penangkapan praktik illegal fishing digencarkan. Dampaknya terlihat dari adanya kenaikan nilai tukar nelayan (NTN) dari 104,63 tahun 2014 menjadi 113,28 tahun 2018. Selain itu, nilai tukar usaha pertanian (NTUP juga naik dari 106,45 tahun 2014 menjadi 118,87 tahun 2018.

"Ini yang kami pikir harus dihitung bahwa industri bukan hanya industri besar tapi mayoritas masyarakat indonesia itu industri skala kecil juga harus dibangun supaya mereka punya daya saing," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement