REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH – Selepas Zhuhur, Selasa (6/8) di luar pagar Kompleks pemakaman Ma’la atau lebih tepatnya di samping Pasar Jaafaria, seorang polisi menyuruh pengemudi di dalam mobil sedan untuk segera pergi. Karena, dia berhenti di dalam boulevard pemakaman.
Namun, orang itu memohon agar dia diperkenankan parkir di situ. Karena, dia ingin melihat pemakaman sahabatnya yang meninggal hari itu. Sementara, dia menunjukkan kakinya yang bengkak kepada polisi itu dan mengatakan tak bisa berjalan kaki masuk ke area pemakaman. Meskipun, lelaki itu masih bisa menyetir mobilnya sendiri.
Perdebatan cukup lama antara pengemudi itu dengan polisi. Namun akhirnya, polisi mengalah. Pengemudi adalah seorang kakek yang mengaku berusia 80 tahun lebih. Dan, dia mengaku kenal dengan KH Maimoen Zubair, yang disebut sahabatnya yang meninggal tadi.
Memang, pada saat itu, proses pemakaman Kiai Maimoen atau yang akrab disapa Mbah Moen akan dilakukan. Mbah Moen sendiri meninggal pada pagi hari di hari yang sama di RS Al Noer, Makkah.
“Saya mau ziarah, kawan saya itu. Orang Indonesia yang kasih tahu sama saya hari ini,” kata kakek tersebut.
Pernyataan kakek yang mengaku bernama Soddiq bin Muhammad menarik perhatian Republika.co.id. Apalagi, ketika Soddiq menyebutkan bahwa dia bersama-sama dengan Mbah Moen sama-sama berguru ke Syekh Yasin al-Fadani, ulama keturunan Padang yang dijuluki Musnid ad-Dunya atau gudangnya sanad dalam ilmu hadist.
“Dulu saya dan Maimoen datang berguru ke Syekh Yasin al-Fadani minta sanad,” kata Soddiq.
Soddiq tak menyebut tahun berapa dia dan Mbah Moen berguru ke Yasin al-Fadani. Namun, jika dikaitkan dengan pengembaraan keilmuwan Mbah Moen, maka diperkirakan hal tersebut terjadi tahun 50-an.
Soddiq mengaku orang Makkah asli dan memang wajahnya sangat Arab seperti tidak ada campuran ras mongoloid seperti orang Indonesia. Tetapi, dia sangat lancar berbahasa Indonesia.
Dia mengaku, bisa berbahasa Indonesia karena dulu di rumah orang tuanya adalah tempat berkumpulnya orang-orang Indonesia yang belajar di Makkah. Orang-orang Indonesia yang tinggal di rumah orang tuanya, termasuk Mbah Moen selama di Makkah belajar di Madrasah Darul Ulum di mana Syekh Yasin al-Fadani menjadi direkturnya.
Menurut Soddiq, saat belajar ke Syekh Yasin al-Fadani, dia dan Mbah Moen banyak belajar berbagai disiplin ilmu. Di antaranya, tafsir, hadist, ilmu falak, dan ilmu mantik. “Saya dan Maimoen memegang sanad dari Syekh Yasin al-Fadani tapi kita selalu diajarkan untuk selalu tawadhu dan tidak boleh sombong,” kata Soddiq.
Soddiq mengenang Syekh Yasin al-Fadani sebagai orang yang sangat hebat dan pintar dalam ilmu hadist. Bahkan, dia selalu membawa buku-buku Syekh Yasin Fadani termasuk di mobilnya.
Untuk meyakinkannya, dia menunjukkan buku Bugyat Al Musytaq, sebuah buku yang ditulis oleh Syekh Yasin Fadani untuk menjelaskan kitab Al Luma karya Abu Ishaq. “Alim luar biasa orang itu. Betul-betul ulama tapi selalu tawadhu,” kata Soddiq.
Seingatnya, ulama-ulama yang sezaman dengan Syekh Yasin al-Fadani mengakui kehebatannya. Bahkan, ulama-ulama yang pernah mengajar Syekh Yasin al-Fadani pun mengakui kecerdasannya. “Dia ulama yang sangat istiqomah,” kata Soddiq.
Hingga saat ini pun, Soddiq sangat hafal silsilah keluarga Syekh Yasin. Dia ingat ayahnya yang bernama Syekh Isa Fadani kemudian dua saudara laki-laki Syekh Yasin yang bernama Thoha dan Ibrahim.
Dan, ada dua orang lagi saudara perempuannya namun Soddiq tak ingat namanya. Bahkan, Soddiq mengetahui di Makkah ini ada beberapa anak dan cucu Syekh Yasin.
Terkait ajarannya, dia sangat ingat bahwa Syekh Yasin selalu menekankan pentingnya mendahulukan adab daripada ilmu.
Selain itu, Syekh Yasin mengajarkan bahwa Iman, Islam, dan Ihsan harus selalu sejalan dan lengkap. Tidak boleh kurang satupun dari ketiga poin tersebut.
Saat dia bercerita kepada Republika.co.id itulah, kemudian banyak jamaah haji Indonesia yang mengerubungi dia meskipun dia masih di dalam mobil. Dan, banyak dari mereka yang begitu mengetahui bahwa Soddiq adalah teman Mbah Moen, mencium tangan padanya. Namun, dia selalu berusaha untuk menarik tangannya.
Karena, dia merasa dia bukan seorang ulama. Bahkan, sambil berkelakar dia menyebut dirinya sekarang ini seperti seorang anak-anak yang suka bermain.
Karena banyak orang yang mengeremuni mobilnya, polisi kembali menghampirinya dan menyuruhnya untuk pergi. Akhirnya, Soddiq pun pergi dari boulevard itu dan kemudian menghilang.
Namun, setelah jenazah Mbah Maimoen tiba di dalam komplek pemakaman, ternyata Soddiq kembali muncul dari dalam mobilnya. Dan, dia tetap tidak turun dari mobilnya sambil menyaksikan prosesi pemakaman dari dalam mobilnya.
Republika.co.id yang kembali melihat kehadirannya kemudian menghampiri Soddiq. Dan, ternyata air mata keluar dari mata dan membasahi pipinya. “Mudah-mudahan Maimoen selamat dan rahmat Allah semoga turun padanya,” kata Soddiq.