REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Imam an-Nasa'i tidak hanya ahli dalam bidang hadis dan ilmu hadis, namun juga mumpuni dalam bidang fikih. Ad-Daruquthni pernah mengatakan, an-Nasa'i adalah salah seorang Syekh di Mesir yang paling ahli dalam bidang fikih pada masanya dan paling mengetahui tentang hadis dan para rawinya.
Al-Hakim Abu Abdullah berkata, ''Pendapat-pendapat Abu Abd al-Rahman mengenai fikih yang diambil dari hadis terlampau banyak untuk dapat kita kemukakan seluruhnya. Siapa yang menelaah dan mengkaji kitab Sunan an-Nasa'i, ia akan terpesona dengan keindahan dan kebagusan kata-katanya.''
Inilah kesaksian dan pengakuan yang disampaikan oleh dua imam besar yang telah mengakui keutamaan dan kepemimpinan Imam an-Nasa'i dalam bidang fikih. Hal ini semakin meyakinkan orang akan kedudukannya sebagai hakim.
Khusus dalam bidang fikih ini, menurut Ibn al-Atsir, an-Nasa'i tidak bisa diidentifikasi dalam hal mazhabnya jika dilihat dalam struktur mazhab yang empat. Akan tetapi, pengikut Imam Syafi'i mengklaim bahwa an-Nasa'i menganut Mazhab Syafi'i. Hal ini mungkin disebabkan oleh domisili tetapnya di Mesir yang mayoritas penduduknya menganut Mazhab Syafi'i, dan menerima pelajaran dari imam-imam bermazhab Syafii serta mendengarkan pelajaran dari mereka.
Karena Imam an-Nasa'i cukup lama tinggal di Mesir, sementara Imam Syafi'i juga lama menyebarkan pandangan-pandangan fikihnya di Mesir (setelah kepindahannya dari Baghdad). Walaupun antara keduanya tidak pernah bertemu, menurut Ibn al-Atsir, karena an-Nasa'i baru lahir 11 tahun setelah Imam Syafi'i wafat. Namun demikian, hal itu tak menutup kemungkinan banyak pandangan-pandangan fikih Mazhab Syafi'i yang diserapnya melalui murid-murid Imam Syafi'i yang tinggal di Mesir.
Pandangan fikih Imam Syafii lebih tersebar di Mesir ketimbang di Baghdad. Hal ini lebih membuka peluang bagi Imam an-Nasa'i untuk bersinggungan dengan pandangan fikih Syafi'i.
Pandangan fikih Imam Syafii di Mesir ini kemudian dikenal dengan qaul jadid (pandangan baru). Karenanya, menurut Ibn al-Atsir, pandangan fikih Imam an-Nasa'i lebih didominasi pandangan baru (qaul jadid) yang berkembang di Mesir ketimbang pandangan klasik (qaul qadim) yang berkembang di Baghdad.
Imam an-Nasa'i baru berhijrah dari Mesir ke Damsyik setahun menjelang kewafatannya pada tahun 303 H/915M. Mengenai tempat wafatnya beliau, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ad-Daruqutni mengatakan, an-Nasa'i wafat di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-`Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam an-Nasa`i meninggal di Ramalah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja`far al-Thahawi (murid an-Nasa`i), dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini jasad Imam an-Nasa'i dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina.