REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Pemerintah Meksiko mendesak Amerika Serikat (AS) untuk berkerja sama dalam mengidentifikasi supremasi kulit putih yang mengancam warga mereka. Desakan dilakukan usai penembakan massal di El Paso, Texas yang membunuh delapan warga Meksiko.
Meksiko berjanji untuk menyelidiki penembakan yang menewaskan 22 orang di pasar swalayan Walmart itu sebagai aksi terorisme. Meksiko juga meminta pelaku penembakan diekstradiksi untuk diadili.
Desakan tersebut tercantum dalam catatan diplomatik yang dipublikasikan Kementerian Luar Negeri Meksiko. Kementerian Luar Negeri Meksiko menyatakan pemerintahnya ingin pihak berwenang AS untuk berbagai informasi kasus penembakan El Paso.
"Untuk memastikan jika ada individu dan organisasi lain yang berpotensi 'supremasi kulit putih' yang ingin membahayakan masyarakat kami di Amerika Serikat," tulis Kementerian Luar Negeri Meksiko dalam catatan diplomatik itu pada Rabu (8/8).
Serangan pada Sabtu (4/8) lalu memicu kekhawatiran di Meksiko, tepat ketika hubungan diplomatik Mexico City dengan Washington memburuk karena perdagangan dan imigrasi.
Retorika provokatif Donald Trump untuk menyerang imigran membuat warga Meksiko marah. Ia mengunjungi rumah sakit tempat korban penembakan El Paso dirawat.
Catatan diplomatik Meksiko tersebut dialamatkan untuk kedutaan besar AS di Meksiko. Mereka mendesak AS untuk 'mewujudkan' kata-kata Trump pada hari Senin (6/8) yang meminta warga AS untuk 'mengutuk rasialisme, kefanatikan dan supremasi kulit putih'.
Sebuah pernyataan yang diyakini ditulis pelaku penembakan El Paso Patrick Crusius dan diunggah di 8chan menyebutkan penembakan itu sebagai 'respons terhadap invansi Hispanik di Texas'. Padahal sebelum tahun 1830 Texas bagian dari Meksiko.