Kamis 08 Aug 2019 18:28 WIB

Komnas HAM Tolak Draf Perpres Tugas TNI Atasi Aksi Terorisme

Ada beberapa hal dalam draf yang membahayakan demokrasi dan penegakan HAM.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam
Foto: Republika/Prayogi
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan menolak draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Sebab, Komas HAM menilai ada beberapa hal yang dapat membahayakan kelangsungan demokrasi dan penegakkan HAM di Indonesia.

"Komnas HAM RI menolak draf Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme dan mendesak pemerintah untuk kembali melakukan review terhadap draft tersebut," ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, di Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/8).

Baca Juga

Menurut Choirul, dalam draf Perpres tersebut ruang lingkup apa yang dilakukan TNI terlalu luas. Draf tersebut meyebutkan TNI bertugas untuk melakukan penangkapan, penindakan, dan pemulihan yang dalam perspektif hukum dapat dimaknai sebagai tindakan intelijen, penyelidikan, penyidikan, hingga pemulihan.

"Tindakan penangkalan dapat melampaui kewenangan dan tugas pokok fungsi TNI dan berpotensi berbenturan dengan berbagai instansi serta stakeholders lainnya," terang dia.

Benturan itu berpotensi terjadi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kementerian terkait. Keduanya, kata Choirul, sudah memiliki tugas penangkalan, seperti pemberdayaan masyarakat, pemetaan wilayah rawan paham radikal terorisme, kontra narasi, propaganda, atau ideologi, deradikalisasi, dan lainnya.

"Selain itu, aspek penindakan yang dilakukan juga sangat luas dan tidak proporsionalitas," kata Choirul.

Aspek penindakan dalam draf Perpres tersebut dapat dilakukan terhadap beberapa hal. Beberapa di antaranya aksi teror terhadap presiden atau wakil presiden beserta keluarganya, serta tamu negara yang berada di Indonesia, aksi teror terhadap warga negara Indonesiadan perwakilan RI di luar negeri, aksi teror yang membahayakan ideologi negara, kedaulatan, dan keutuhan wilayah, serta keselamatan segenap bangsa.

"Penindakan mengatasi aksi terorisme yang dilaksanakan dengan menggunakan strategi, taktik, dan teknik militer sesuai dengan doktrin TNI berpotensi terjadi pelanggaran HAM," jelasnya.

Ia mengatakan, potensi itu ada karena militer dalam doktrinnya adalah alat perang untuk menghancurkan musuh. Doktrin militer, kata dia, bukanlah melakukan penindakan dan dilanjutkan pada proses hukum di pengadilan. 

Selain itu, tugas pemulihan yang diperluas untuk diamanatkan kepada TNI juga ia nilai tidak tepat karena mencakup rehabilitasi dan rekonstruksi. Seharusnya kewenangan tersebut adalah menjadi ranah BNPT, kecuali permintaan bantuan semata-mata dalam aspek teknis, bukan substansi strategis.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement