REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah mengajak mengajak para tokoh lintas agama dan adat untuk ikut mencegah terjadinya pernikahan dini.
"Mencermati faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia anak, tampak jelas bahwa faktor sosial-budaya lebih dominan, sehingga peran tokoh agama dan tokoh adat sangat dibutuhkan untuk mengubah paradigma berpikir masyarakat, serta menciptakan iklim sosial yang sehat," kata Ketua MUI Kota Palu, Sulawesi Tengah, Prof KH Zainal Abidin, di Palu, Kamis (8/8).
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng ini menyatakan tokoh agama perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak buruk dari pernikahan usia anak.
Peran tokoh lintas agama dan adat di Sulteng, menurut rektor pertama IAIN Palu itu, adalah membantu pemerintah mewujudkan solidaritas sosial dalam memerangi kemiskinan sehingga tak ada lagi pernikahan usia anak karena pertimbangan ekonomi.
Para tokoh agama dan adat, ujar dia, perlu mengubah paradigma berpikir masyarakat dalam melihat makna suci pernikahan."Menikah di usia dewasa bukanlah aib, sebaliknya menciptakan keluarga berantakan karena ketidakdewasaan, adalah aib besar bagi keluarga.
"Perlu menekankan pentingnya fungsi keluarga dan mengawal generasi muda supaya terhindar dari pergaulan bebas dan penyalahgunaan obat-obat terlarang yang kesemuanya itu dapat menggiring pada kehamilan di luar nikah dan akhirnya married by accident," sebut guru besar pemikiran Islam modern itu.
Tokoh agama dan adat, kata dia, perlu meluruskan pemahaman keagamaan masyarakat, bila khawatir anaknya terlibat dosa perzinahan maka yang perlu dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai moral keagamaan sejak dini, bukan melakukan pernikahan dini.
Imbauan dan ajakan ini menyusul peningkatan terjadinya kasus pernikahan dini di Sulteng yang menyebutkan rata-rata anak berusia 15-19 tahun berstatus menikah dan pernah nikah. Persentase terbesar terdapat di Kabupaten Banggai Laut sebesar 15,83 persen, diikuti Kabupaten Banggai Kepulauan 15,73 persen, dan Kabupaten Sigi 13,77 persen.
Kemudian Kabupaten Tojo Una-una 12,84 persen, dan Kota Palu 6,90 persen. Adapun data BPS tahun 2016 memperlihatkan, penyumbang tertinggi adalah Kabupaten Tojo Una-una sebesar 23 persen dan Parigi Montong sebesar 22 persen.