REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Peraih Nobel Perdamaian asal Pakistan Malala Yousafzai serukan perdamaian dalam konflik Kashmir. Keputusan pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi untuk mencabut hak istimewa di Jammu dan Kashmir membuat ketegangan di wilayah itu kembali memanas.
"Orang-orang di Kashmir sudah hidup dalam konflik sejak saya masih kecil, sejak ibu saya kecil, ayah saya kecil, sejak kakek-nenek saya masih muda," cicit Malala di Twitter, Rabu (8/8).
Parlemen Pakistan pun menerbitkan resolusi untuk mengutuk keputusan India tersebut. Resolusi tersebut menentang rencana India mengubah komposisi demografis IOK (Indian Occupied Kashmir).
"Apapun ketidaksepakatan yang mungkin kami miliki, kami harus selalu membela hak asasi manusia, memprioritaskan keselamatan anak-anak dan perempuan serta fokus pada perdamaian untuk menyelesaikan konflik tujuh dekade di Pakistan," kata Malala.
Dalam resolusi tersebut Parlemen Pakistan mengatakan mereka menolak upaya ilegal, sepihak, sembrono, dan paksaan New Delhi untuk mengubah status sengketa Kashmir yang diduduki India. Menurut mereka, keputusan India melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
“Termasuk mengambil hak-hak masyarakat Jammu dan Kashmir yang dilindungi, inheren, serta mapan untuk kewarganegaraan, tempat tinggal permanen, akuisisi properti, pekerjaan, dan pendidikan seperti yang disediakan berdasarkan Pasal 35 (A) dari Konstitusi India yang dicabut,” tulis Parlemen Pakistan dalam resolusi itu.
Parlemen Pakistan turut mengecam aksi penembakan tak beralasan pasukan India terhadap penduduk sipil di sekitar Line of Control (perbatasan de facto India-Pakistan). Islamabad juga mengutuk tindakan pasukan India yang menggunakan bom curah di Jammu dan Kashmir.