REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri kembali menghidupkan Satgas Antimafia Bola. Tim satgas jilid II ini akan bekerja selama selama empat bulan ke depan sejak tanggal 6 Agustus 2019.
"Intinya kemarin bapak Kapolri membuat surat perintah tugas (sprint) berkaitan dengan Satgas Antimafia Bola Jilid II. Nanti empat bulan ke depan berlakunya sprint bapak Kapolri ini," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Kamis (8/8).
Argo menjelaskan, Tim Satgas Antimafia Bola Jilid II itu akan bekerja mengawasi pertandingan Liga 1 Indonesia dan tersebar di 13 wilayah Indonesia. Namun, Argo tidak menyebutkan secara rinci di mana saja wilayah yang ia maksud.
"Kita akan memantau dan mengawasi (pertandingan) Liga 1. Kita akan komunikasikan PSSI berkaitan dengan Liga 1. Kemudian kita juga memperlebar satgas ini, ada tambahan lagi untuk 13 wilayah yang nanti setiap wilayah dipimpin oleh Dirreskrimum (dari masing-masing polda)," ujar Argo.
Di sisi lain, Argo mengungkapkan, alasan menghidupkan kembali Satgas Antimafia Bola karena adanya harapan masyarakat Indonesia terhadap penyelenggaraan pertandingan sepak bola yang bersih dan tidak ada kecurangan. Alasan lainnya, sambung Argo, hingga saat ini masih ada sejumlah laporan pengaturan skor yang belum diselesaikan. Salah satunya adalah kasus pengaturan skor yang menjerat tersangka pemilik klub PS Mojokerto Putra (PSMP) Vigit Waluyo.
Vigit diduga telah memberikan suap agar dapat membawa klub PS Mojokerto Putra naik tingkat ke Liga 2. Polisi pun telah melimpahkan berkas perkara kasus pengaturan skor dengan tersangka Vigit Waluyo tersebut ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Namun, hingga saat belum ada keputusan jaksa terkait kelengkapan berkas perkara itu.
"Masih ada beberapa laporan polisi atau kasus yang belum selesai contohnya kasus tersangka Vigit," ungkap Argo.
Sebelumnya, Satgas Antimafia Bola Jilid I telah menangkap 16 orang yang diduga terlibat dalam kasus pengaturan skor. Salah satu tersangka adalah Plt Ketua Umum PSSI Joko Driyono (Jokdri) yang diduga menjadi aktor intelektual dalam perusakan barang bukti kasus pengaturan skor.
Jokdri divonis 1,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jokdri terbukti telah memerintahkan orang dekatnya untuk menghilangkan barang bukti.