Jumat 09 Aug 2019 13:42 WIB

Investor Khawatirkan Proteksionisme Investasi di Indonesia

Masalah proteksionisme investasi meningkat 12 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

INVESTASI(illustrasi)
INVESTASI(illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investor Eropa mengkhawatirkan dampak proteksionisme dalam berinvestasi di Indonesia. Kekhawatiran tersebut meningkat berdasarkan hasil Indeks Kepercayaan Bisnis Kamar Dagang Bersama Eropa (Joint European Chambers Business Confidence Index/BCI) 2019.

"Salah satu yang kami soroti adalah masalah proteksionisme yang naik 12 persen. Ini mungkin yang ada di pikiran orang soal Indonesia dan investasi, di mana proteksionisme menjadi hal yang populer dalam pengambilan keputusan," kata Sekretaris Kehormatan Kamar Dagang Inggris di Indonesia (Britcham) Nick Holder dalam pemaparan hasil survei tahunan itu di Jakarta, Jumat (9/8).

Baca Juga

Holder menjelaskan hasil tersebut berdasarkan jawaban responden saat ditanya mengenai tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam 12 bulan ke depan. Masalah proteksionisme itu meningkat 12 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Meski menjadi salah satu jawaban tertinggi, masalah kebijakan soal tenaga kerja, serta kurangnya tenaga kerja terampil juga menjadi tantangan yang terus mengemuka dalam investasi di Tanah Air. Sementara aturan soal lingkungan, inefisiensi birokrasi dan korupsi, dinilai masih menjadi tantangan paling besar yang sangat dikhawatirkan pebisnis.

Ketua Dewan Eurocham Indonesia Corine Top, dalam kesempatan yang sama menjelaskan masalah proteksionisme harus menjadi salah satu perhatian pemerintah Indonesia guna meningkatkan investasi dari benua biru ke Tanah Air. Menurut dia, investasi memberikan dampak besar tidak hanya bagi konsumsi lokal tetapi juga membuka peluang ekspor.

"Untuk Indonesia menjadi hub ekspor ke seluruh dunia, investasi itu penting," ujarnya.

Meski laporan BCI 2019 tidak menggambarkan secara rinci soal aturan bisnis yang dianggap memiliki proteksionisme, Corine menyebut aturan di Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi salah satu yang disorot. "Bisnis makanan dan minuman terkait implementasi aturan sertifikat halal dan beberapa lainnya juga (dianggap proteksionisme)," katanya.

Meski demikian, lanjut Corine, Eurocham mengaku terus melakukan dialog dengan pemerintah untuk memberikan masukan mengenai masalah tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement