REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI— Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di Dunia, India tengah gencar mengadvokasi undang-undang tentang pengontrolan populasi. Kampanye ini berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlunya menahan populasi India yang kini sebesar 1,34 miliar jiwa.
Namun ternyata, sosialisasi ini menyebabkan meluasnya Islamofobia di India. Melalui kampanye ini, organisasi-organisasi Hindu sayap kanan meyakini bahwa umat Muslim sedang berusaha menyalip populasi umat Hindu di India. Organisasi tersebut mulai menyebarkan Islamofobia melalui kampanye langsung maupun di sosial media.
Mereka menyebarkan teori konspirasi bahwa jumlah Muslim India yang saat ini sekitar 200 juta jiwa, lambat laun akan mencapai angka 966 juta dan melampaui populasi umat Hindu. Teori ini tak elak membangkitkan ketakutan dan kebencian umat Hindu kepada umat Muslim.
Satu keluarga menggelar tikar di atas ubin Masjid Jama di India untuk berbuka puasa.
LSM Jansankhya Samadhan Foundation (Population Resolution Foundation) mengatakan, jika Islamofobia terus menyebar, perang saudara di India bisa saja terjadi dalam waktu dekat. Meski begitu, mereka tidak menampik bahwa selama melakukan perjalanan melintasi India Utara, mereka mendengar banyak ketakutan umat Hindu tentang potensi meningkatnya populasi Muslim.
"Ketika kita melakukan perjalanan di seluruh negeri, 95 persen orang mengatakan bahwa umat Islam mendorong ledakan populasi India. Orang Hindu memberi tahu saya, 'tidak ada gunanya mengatakan kepada kami untuk mengendalikan populasi, Anda harus memberi tahu orang-orang Muslim.' Masalahnya, inilah faktanya," kata Chaudhary, kepala LSM Jansankhya Samadhan Foundation yang dilansir Republika dari Aljazirah, Jumat (9/8).
Yayasan Jansankhya Samadhan sendiri, kata Chaudhary, mendukung penerapan norma dua anak, dengan sanksi bagi pelanggarnya, termasuk hukuman penjara.
Untuk menyukseskannya, Chaudhary mengklaim kelompoknya telah mengadakan 150 ribu protes dan pertemuan di hampir setengah dari 725 distrik administratif India, menjalankan lebih dari 400 kelompok WhatsApp, dan terhubung dengan 100 ribu orang.
Di sisi lain, Direktur Population First, Dr Al Sharada, sebuah LSM yang berbasis di Mumbai yang menangani masalah kesehatan dan kependudukan, mengecam penerapan undang-undang pengontrolan populasi. Menurut dia, seruan ini berbahaya dan tidak disarankan.