REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sutradara Hanung Bramantyo mengungkapkan kendala-kendala yang dilalui dalam penggarapan film Bumi Manusia. Kendala utama, kata dia, ialah masalah waktu.
Durasi penggarapan film yang diangkat dari novel karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer itu, menurut dia, terbilang singkat.
"Tantangannya waktu. Jadi waktunya itu cepet banget gitu. Novel sekelas Bumi Manusia itu, bahkan untuk masuk ke dalam karakternya saja butuh minimal enam bulan. Karena saya pernah terlibat dalam teater, jadi saya tahu banget bagaimana penggalian karakter itu membutuhkan waktu yang sangat lama," kata Hanung Bramantyo saat menggelar konferensi pers di Hotel Majapahit Surabaya, Sabtu (10/8) dini hari.
Novel Bumi Manusia mengangkat latar waktu era 1890-an hingga 1920-an. Menurut Hanung, untuk bisa memeroleh hasil yang maksimal, bangunan yang digunakan untuk syuting juga harus menggambarkan nuansa era tersebut.
Memang, kata Hanung, masih banyak bangunan-bangunan yang berdiri sejak tahun 1800-an di Indonesia. Namun keberadaan sekelilingnya, seperti pepohonan dan sebagainya, tetap menunjukkan nuansa era kekinian.
"Artinya, bangunannya harus saya bikin. Dan kalau kita bikin itu butuh waktu sekitar enam bulan. Sementara, waktu yang diberikan tidak sampai segitu. Jadi, yang mestinya kita harus bangun kota Kranggan tiga dimensi, ya cuma satu ruas saja. Sehingga yang muncul dibantu dengan komputer grafik," ujar Hanung.
Kalau tentang riset, dirinya telah melakukan penelitian dengan objek mulai tahun 1600 sampai dengan 1945. Modal tersebut dimiliki dari mulai penggarapan film Sang Pencerah, yang memiliki setting tahun 1800-an.
Kemudian, film Kartini yang memiliki setting tahun 1840 sampai 1901. Film Soekarno berlatar nuansa waktu 1900 hingga 1945. Selanjutnya, film Sultan Agung tahun 1600 sampai 1700-an.
"Jadi kalau riset, kita dari dari tahun 1600 sampai 1945, saya sudah punya semua datanya. Mulai lukisannya, kostumnya, fotonya. Jadi tinggal tinggal kasih warna saja. Tantangan utamanya, ya waktu yang singkat itu tadi," ungkap Hanung.