REPUBLIKA.CO.ID, GUATEMALA CITY -- Rakyat Guatemala pada Ahad (11/8) memilih presiden baru. Presiden terpilih nantinya akan menghadapi tantangan besar setelah negara itu sepakat dengan Washington untuk bertindak sebagai penyangga terhadap arus imigran gelap di bawah tekanan dari Presiden AS Donald Trump.
Terancam dengan sanksi ekonomi jika tidak setuju dengan Trump, Pemerintah Guatemala saat ini sudah menandatangani perjanjian pada Juli lalu untuk menjadikan Guatemala sebagai negara ketiga yang aman bagi para migran meskipun kemiskinan dan kekerasan melanda negara Amerika Tengah itu.
Para pemilih harus memilih antara Alejandro Giammattei yang konservatif dan saingannya dari kiri tengah, mantan ibu negara Sandra Torres. Kedua calon presiden itu mengeritik kesepakatan tersebut, tetapi diperkirakan tidak akan bisa berbuat banyak untuk menghentikannya.
Risa Grais-Targow, direktur Amerika Latin di konsultan Eurasia Group, mengatakan bahwa sementara perjanjian bisa menghadapi reaksi penolakan di Guatemala, tapi di sisi lain jika menolak bisa membuat negara itu menghadapi risiko pajak pada pengiriman uang atau tarif barang-barangnya.