REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mendukung disahkannya peraturan daerah tanpa rokok yang diberlakukan sejumlah pemerintah kota karena dapat membantu pengusaha kecil.
"Produk hukum ini diharapkan dapat diaplikasikan dengan baik dan berpihak pada pedagang kecil yang selama ini menggantungkan hidupnya dari berjualan rokok," kata Ketua Departemen Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono di Jakarta, Ahad (11/8).
Hananto menjelaskan, secara prinsip AMTI mengikuti dan menjalankan regulasi yang diatur oleh Pemerintah."Kita harus pahami kalau Perda Rokok ini bukan melarang untuk merokok, namun mengatur. Pelaku usaha harus diberikan kepastian untuk berinvestasi dan memberikan kontribusi untuk daerahnya,” kata Hananto.
Hananto mengatakan AMTI berkomitmen untuk mengawal penerapan Perda ini. Ada kontribusi negara yang cukup besar dari masyarakat tembakau untuk Indonesia, untuk itu keberlangsungan usaha yang bergantung pada industri ritel juga perlu diperhatikan. Seperti di Solo hingga saat ini terdapat 11 ribu toko retail tradisional yang berjualan rokok di wilayah tersebut.
Hananto menambahkan, perlu adanya sosialisasi secara kontinyu dan mendalam pada masyarakat dan pendatang, agar tahu juga wilayah mana yang dilarang dan diperbolehkan untuk merokok.
"Jangan sampai ada pendatang yang datang ke suatu daerah dan dia tidak tahu soal Perda tersebut tahu-tahu disanksi karena melanggar," ujar Hananto.
Sebelumnya, Anggota DPRD Kota Surakarta dari PDIP Ginda Ferachtriawan menjelaskan terdapat lima kawasan absolut tanpa merokok di Kota Solo.
"Pada pembahasan Perda KTR Kota Surakarta alasannya simpel saja, ‘Asapmu Bukan Buat Untukku’, sehingga hanya membatasi, yang mau merokok dipersilakan, tetapi jangan mengganggu yang tidak merokok," ujar Ginda.
Ginda mengatakan, lima kawasan absolut tanpa merokok tersebut, yakni tempat pendidikan, kesehatan, ibadah, angkutan umum, dan tempat bermain anak.
"Jadi, batasannya sangat jelas kawasan yang sifatnya absolut hingga keluar dari pagarnya. Yang sifatnya tidak absolut, artinya boleh menyediakan tempat untuk merokok seperti tempat kerja dan tempat umum atau di tempat luar ruangan yang terbuka," tuturnya.
Ginda menambahkan, Perda KTR Kota Surakarta ini dibuat sesuai amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) No.09/2012. Perda KTR ini syarat dengan pro dan kontra, tetapi akhirnya disahkan pada Selasa (6/8) malam oleh DPRD setempat.