REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Regenerasi di tubuh PDIP dinilai kurang dinamis seiring terpilihnya kembali Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum untuk kelima kalinya pada Kongres V di Bali, akhir pekan kemarin. Pakar ilmu komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, menilai keterpilihan kembali Megawati menunjukkan PDIP kurang dinamis dari segi regenerasi.
Meskipun, menurut dia, PDIP menjadi partai yang paling solid saat ini. “Jadi, PDIP itu menang karena solidnya, tapi bahaya juga jika suatu partai tidak dinamis, dalam artian masih mengandalkan seorang tokoh,” tuturnya kepada Republika, Sabtu (10/8).
Ia mengatakan, sosok Megawati memang masih menjadi magnet ideologi bagi internal kader PDIP. Menurut dia, tokoh lain yang ada di PDIP juga belum rela jika posisi Megawati tergantikan.
“Terpilihnya Megawati sebagai ketua partai itu bukan soal pantas atau tidak pantasnya. Ini lebih ke soal rela atau tidaknya di badan partai,” ujar dia.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memberikan keterangan pers usai pengukuhan dirinya sebagai Ketua Umum PDIP periode 2019-2024 dalam Kongres V PDI Perjuangan di Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (8/8/2019).
Suko menuturkan, mayoritas partai politik di Indonesia memang masih mengutamakan ketokohan dibanding ideologi kepartaian. Hal tersebut juga terlihat dengan jelas pada PDIP.
Suko tak menampik budaya politik dinasti masih berlaku pada partai berlambang bateng moncong putih tersebut. Ia memprediksi anak Megawati, Puan Maharani atau Prananda Prabowo, akan menggantikan posisi sang ibu sebagai nakhoda PDIP.
Dia juga memprediksi Joko Widodo belum memiliki peluang dan kemungkinan menggantikan trah Sukarno untuk memimpin PDIP pada masa yang akan datang. Pasalnya, pada dasarnya, Jokowi memulai karier di PDIP karena diusung sebagai wali kota Solo, setelah itu baru bergabung dengan PDIP.
“Kalau Jokowi mulai dari kader mungkin bisa jadi ketum, tetapi saya belum melihat ke arah situ,” kata dia.
Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menyarankan PDIP sebaiknya mulai melakukan regenerasi secara perlahan. Menurut dia, regenerasi dalam kepengurusan parpol merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi.
"Kalau tidak ada regenerasi secara keseluruhan, ya kita bisa mulai dari simpul-simpul yang kelihatan," ujar Kristiadi di Jakarta, Ahad (11/8).
Presiden Joko Widodo berpidato pada pembukaan Kongres V PDIP di Sanur, Bali, Kamis (8/8/2019).
Kristiadi menilai regenerasi penting dilakukan karena aktualisasi gagasan besar untuk parpol memang harus lebih kreatif ke depannya. Kreativitas pemikiran ini biasa muncul dari kader-kader muda.
Selain itu, regenerasi tidak bisa ditolak karena waktu terus berganti. Berdasarkan keputusan Kongres V PDIP, ia melihat, saat ini Megawati dan PDIP menginginkan regenerasi kepengurusan yang parsial.
"Kalau mengangkat kader yang lebih muda sehingga bisa ketularan gimana segala macam hal dan pengalamannya itu nanti bisa berkembang," ujarnya.
Terlebih, kata Kristiadi, saat ini era kepemimpinan masuk ke arah manajemen yang rasional. Karena itu, kader muda seperti Puan Maharani dan Prananda Prabowo bisa dibentuk secara perlahan untuk meneruskan pucuk kepemimpinan PDIP mendatang.
Meski kedua anak Megawati tersebut tampak disiapkan sebagai penerus, akan sulit menyamai karakter kepemimpinan sang ibu yang karismatik. "Bisa dibentuk pelan-pelan tetapi tidak bisa sama,” katanya menambahkan.