Senin 12 Aug 2019 08:29 WIB

Ini Alternatif KLHK Kendalikan Pencemaran Air Danau Toba

KLHK sejauh ini sudah membangun dua IPAL dan dua alat monitoring air danau.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Andi Nur Aminah
 Pelebaran alur Tano Ponggol di Danau Toba Kabupaten Samosir menjadi 80 meter dari 25 meter.
Foto: Kementerian PUPR
Pelebaran alur Tano Ponggol di Danau Toba Kabupaten Samosir menjadi 80 meter dari 25 meter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Danau Toba menjadi salah satu dari 15 danau prioritas nasional yang bakal direhabilitasi pemerintah. Guna menuju ke arah itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membeberkan alternatif pengendalian pencemaran di Danau Toba.

Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi menyampaikan, ada beberapa alternatif yang perlu dilakukan dalam pengendalian pencemaran air di danau tersebut. Pertama, pengendalian pencemaran air di derah tangkapan air (DTA) untuk sumber-sumber pencemar dari rumah tangga, hotel, dan peternakan menjadi tanggung jawab daerah untuk melaksanakan pengendalian pencemaran tersebut.

Baca Juga

"KLHK telah melakukan pemetaan potensi kebutuhan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)-nya, sudah melakukan bimtek (bimbingan teknis) dan menyurati hotel-hotel," kata Djati dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (11/8) malam.

Terkait hal itu, kata dia, KLHK sejauh ini sudah membangun dua IPAL dan dua alat monitoring air danau otomatis di Danau Toba. Kedua yang perlu diperhatikan, lanjutnya, adalah pengendalian pencemaran air di badan air. Hal tersebut terkait dengan budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA).

"Alternatif yang bisa dilakukan menurunkan produksi ikan dari KJA secara bertahap oleh semua kegiatan KJA hingga total 10 ribu ton ikan per tahun, waktu penurunannya dipercepat misal sampai tahun 2021 atau bahkan 2020," kata dia.

Selain itu juga diperlukan pembuatan zonasi secara lebih detail untuk tiga kegiatan utama yaitu pariwisata, intake sumber air bersih atau minum, dan budidaya KJA. Dengan cara memindahkan lokasi intake air bersih dan KJA dari zona pariwisata, dia menilai, diproyeksi tidak ada tumpang tindih pemanfaatan dari tiga kegiatan utama tersebut. Dia juga menekankan pentingnya mekanisme zero budidaya KJA.

Di sisi lain dia menyampaikan, semua alternatif yang disampaikan KLHK ada plus minusnya dan ada konsekuensinya. "Tapi yang terjadi secara sepihak mereka menyampaikan harus zero KJA. Kami sampaikan juga pak bahwa kemarin itu wakil kabupaten Samosir, Tobasa dan Simalungun tidak ada yg hadir. Padahal tiga kabupaten tersebut yg paling banyak memiliki kegiatan KJA," kata dia.

Sebagai catatan, pemerintah membentuk Badan Otoritas Danau Toba dan berniat menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional seperti halnya Pulau Bali. Usaha mengelola Danau Toba bukanlah perkara mudah. Sebanyak tujuh kabupaten mendiami kawasan tangkapan air danau ini, yaitu Kabupaten Simalungan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Samosir.

Dengan kata lain, danau ini menjadi penopang hampir setengah kawasan Sumatra Utara. Tujuh bupati kawasan ini jugalah yang dahulu ikut menandatangai Rencana Aksi Penataan Danau Toba. Pada akhir pekan DPRD Sumatera Utara, sejumlah pemimpin daerah kabupaten, serta Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara melakukan audiensi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dalam audiensinya, Ketua HBB menyatakan keinginan untuk diterapkannya zero KJA di kawasan Danau Toba. Pencemaran Danau Toba menurut hasil penelitian KLHK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berasal dari rumah tangga, hotel, dan peternakan. Artinya, tanggung jawab berada pada pemerintah daerah untuk melaksanakan pengendalian pencemaran tersebut.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement