Senin 12 Aug 2019 12:20 WIB

Tembus Ekspor ke Jepang, Sulsel Tingkatkan Produksi Talas

pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar.

Red: EH Ismail
Perkebunan talas di Sulsel.
Foto: Humas Kementan
Perkebunan talas di Sulsel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Talas Indonesia ternyata disukai oleh warga Jepang. Salah satu varietas talas yang digemari oleh warga Jepang adalah Colocasia esculenta var antiquorum atau lebih dikenal Talas Jepang Satoimo atau Taro Potato.  

Bahan pangan yang satu ini sekarang sudah menjadi salah satu bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Jepang sebagai pengganti beras dan kentang yang dianggap terlalu banyak mengandung karbohidrat dan gula.

Hal ini diakui oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi saat dihubungi via telepon di Jakarta pada Senin (12/8). Menurutnya, komoditas ini menjadi ngetrend setelah adanya berbagai penelitian yang membuktikan bahwa talas tidak saja bisa menjadi bahan pangan alternatif yang mengandung protein dan kalori tinggi tapi memiliki kandungan karbohidrat dan gula yang rendah.

"Jadi talas ini aman dikonsumsi oleh penderita atau mereka yang berpotensi diabetes", imbuhnya

Pangsa pasar talas

Menurut Suwandi, pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar.  "Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian, Jepang hanya bisa memenuhi 250.000 ton pertahun (65.7% dari total kebutuhan per tahun sebesar 380.000 ton)", ungkapnya.

Kekurangan sebesar 130.000 ton per tahun sebagian dipasok dari China jadi sampai saat ini, China hanya mampu mensuplai 60.000 ton per tahun, imbuhnya. Makanya Jepang mulai melirik Indonesia untuk memenuhi kebutuhan sisanya 70.000 ton per tahun, jelasnya kemudian.

Melihat peluang ini, Suwandi lebih lanjut menceritakan bahwa di Sulawesi Selatan pemerintahannya jeli melihat peluang ekspor komoditi umbi-umbian “Talas” ini dan menggalakan penanamannya di beberapa daerah. " Sampai dengan tahun 2018, total Talas Beku (frozen taro) dari Kab Bantaeng dan Makasar yang sudah diekspor ke Jepang sebanyak 50 ton dengan nilai sekitar Rp 1,06 Milyar", tambahnya.

"Untuk meningkatkan volume ekspor talas, mereka  menambah luasan tanam talas  di 10 Kabupaten (Gowa, Sopeng, Maros, Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Bone, Janeponto, Takalar, Wajo) dengan total luasan 178 ha", ujarnya lebih lanjut.

Dalam akhir perbincangan tersebut Suwandi  mengatakan bahwa konsep perdagangan ekspor talas dari Sulsel ke Jepang ini saya rasa sudah sangat terintegrasi. "Semua pihak turut mengambil peran masing-masing dan saling bekerjasama, baik itu instansi pemerintah, petani, maupun importir dan eksportirnya. "Saya kira ini bisa menjadi contoh inspirasi bagi yang ingin mengembangkan komoditasnya sebagai produk ekspor", tandas Suwandi

Komitmen bersama ekspor talas

Di tempat terpisah saat dikonfirmasi lebih lanjut Affandi, perwakilan importir Jepang yang berkantor di Indonesia sepakat dengan apa yang dikatakan Suwandi. 

Talas yang akan dieskpor ke Jepang  harus memenuhi persyaratan batas maksimum residu pestisida, bebas dari kontaminasi bakteri, memiliki tekstur, rasa, penampilan, warna dan ukuran sesuai permintaan pembeli.

"Jepang merupakan negara tujuan ekspor yang sangat memperhatikan food safety (keamanan pangan) disamping food quality (mutu pangan) sehingga traceability (ketertelusuran) untuk setiap pangan yang diedarkan menjadi sebuah persyaratan yang harus dipenuhi", tambahnya.   

Bahkan, ia menambahkan untuk memastikan penerapan SOP ditingkat petani talas, Pemda Sulsel pun membentuk Tim Pendamping. "Tim ini terdiri  atas unsur Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, importir (Jepang) di Indonesia, Unit Pengolahan Tepung Talas di Makasar  dan Perguruan Tinggi", imbuhnya

Untuk memastikan pasar, Affandi mengatakan Pemda Sulsel menggandeng PT. Tridanawa Perkasa Indonesia (eksportir Talas Beku dari Makasar) sebagai off taker.

Afandi yang turut serta pada saat pendampingan petani talas di Sulsel, mengatakan tanaman ini akan tumbuh bagus pada tanah yang cukup gembur.   "Dari hasil pengamatan kami, populasi per Ha mencapai 20.000 pohon dan dapat dipanen setelah umur 4 bulan. Setiap pohon dapat menghasilkan umbi talas paling sedikit 1 Kg artinya provitas talas dapat mencapai 20.000 Kg/ha (20 ton/ha)". 

Terkait dengan harga, yang saya tahu untuk umbi talas di Sulsel di tingkat petani berkisar Rp 2.000 - 2500 per Kg, ungkapnya lebih lanjut.

Menurut Afandi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan Talas Jepang.  Setelah melakukan uji coba penanaman di Bali, DIY dan Aceh, perwakilan Buyer Jepang di Indonesia tersebut akhirnya memilih Sulawesi Selatan untuk pengembangan lebih luas.  

Perluasan usaha talas

Tidak hanya berhenti disitu, bahkan di Sulsel sudah didirikan pabrik pengolah umbi talas menjadi talas beku Frozen Taro/Frozen Sotaimo yang dimiliki oleh PT. Tridanawa Perkasa Indonesia (TPI). 

Freddie Maturbongs, perwakilan dari PT TPI menambahkan bagian talas yang tidak bisa diolah menjadi frozen satoimo, oleh PT TPI diolah menjadi  taro paste/satoimo pasta dan satoimo flour (tepung talas).  PT. Tridanawa Perkasa Indonesia juga memiliki kebun talas inti seluar 100 ha dan akhir Agustus 2019, PT TPI akan mengirimkan 18 ton frozen taro ke Jepang, jelasnya.

Ke depan, tantangan kami adalah bibit yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan rendemen diatas 60% berupa soft teksture. "Kalau sudah seperti itu maka bisa sesuai spek untuk jadi talas beku", pungkas Affandi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement