REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Putaran negosiasi antara Taliban dan Washington mengenai kesepakatan untuk menarik ribuan militer Amerika Serikat (AS) dari Afghanistan telah berakhir. Kedua negara akan berdiskusi dengan pemimpin masing-masing untuk menentukan langkah selanjutnya.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, pembicaraan putaran kedelapan di Qatar berakhir pada tengah malam. Menurutnya, diskusi putaran terakhir berlangsung sangat panjang dan efektif.
"(Pembicaraan putaran kedelapan) itu sangat panjang dan bermanfaat, kedua belah pihak memutuskan untuk berkonsultasi dengan para pemimpin atau senior mereka untuk langkah selanjutnya," ujar Mujahid, Senin (12/8).
Pejabat AS tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar. Namun, utusan AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad mengatakan, kedua belah pihak sedang bekerja keras untuk membuat perjanjian perdamaian bagi Afghanistan.
Dalam cicitan di Twitter-nya, Khalilzad berharap Idul Adha tahun ini akan menjadi yang terakhir untuk perang Afghanistan. Dia menargetkan, kesepakatan damai rampung pada 1 September sebelum pemilihan presiden. Perayaan Idul Adha di Afghanistan dilaporkan berlangsung dengan aman tanpa kekerasan maupun pengeboman.
"Para ulama percaya makna yang lebih dalam dari Idul Adha adalah untuk mengorbankan ego seseorang. Para pemimpin di Afghanistan harus mengambil pesan ini karena kami berusaha menciptakan perdamaian," ujar Khalilzad.
Apabila kesepakatan tercapai, maka perjanjian perdamaian itu mencakup jaminan dari Taliban Afghanistan tidak akan menjadi basis bagi kelompok-kelompok ekstremis di masa depan. Kesepakatan juga mencakup gencatan senjata dan menetapkan bahwa Taliban akan bernegosiasi dengan perwakilan Afghanistan.
Diketahui, afiliasi ISIS dan Alqaidah masih tetap aktif di Afghanistan. Selain itu, Taliban melakukan serangan hampir setiap hari di Afghanistan yang menargetkan pasukan dan pejabat pemerintah, serta mengorbankan warga sipil. Di sisi lain, Taliban sejauh ini menolak bernegosiasi dengan perwakilan Pemerintah Afghanistan.
Sebelumnya Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan, masa depan Afghanistan tidak dapat ditentukan oleh pihak luar. Dia tidak ingin ada pihak lain yang ikut campur dalam urusan Afghanistan. Pernyataan Ghani ini bertolak belakang dengan pernyataan Khalilzad.
"Masa depan kita tidak dapat diputuskan di luar. Nasib Afghanistan akan diputuskan di sini, di tanah air ini. Kami tidak ingin siapa pun ikut campur dalam urusan kami," ujar Ghani.
Ghani menegaskan, pemilihan presiden pada 28 September mendatang sangat penting untuk memberikan mandat kuat kepada pemimpin Afghanistan berikutnya. Terutama untuk memutuskan masa depan negara tersebut setelah bertahun-tahun mengalami konflik.
Taliban menguasai sekitar setengah dari Afghanistan dan berada di poisisi terkuat sejak invasi AS pada 2011. Lebih dari 2.400 anggota militer AS tewas di Afghanistan sejak saat itu.
AS dan NATO secara resmi menyelesaikan misi tempur mereka di Afghanistan pada 2014. Sekitar 20 ribu tentara AS dan sekutu yang tersisa melakukan serangan udara terhadap kelompok Taliban serta ISIS, sembari melatih serta membangun militer Afghanistan.