Senin 12 Aug 2019 14:09 WIB

KPK Respons Munculnya Nama Menag di Suap Beli Jabatan

KPK akan mendalami dugaan keterlibatan Menag Lukman Hakim Saifudin

Rep: Dian Fath Risalah,/ Red: Karta Raharja Ucu
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami keterlibatan Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin dalam kasus suap pengisian jabatan tinggi di Kementerian Agama. Nama Lukman disebut dalam amar putusan mantan kepala Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin karena diduga menerima Rp 70 juta terkait jual beli jabatan.

"Kami hormati putusan persidangan, kalau dilihat dari putusannya hampir semua yang diargumentasikan oleh jaksa seluruhnya terbukti, tapi kami sejak awal juga menyadari diduga sejak awal masih ada pihak lain yang ikut bersama-sama," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat ditanya terkait munculnya nama Lukman pada akhir pekan.

Menurut Febri, Jaksa KPK akan segera menganalisis dan segera memberikan laporan kepada pimpinan. Laporan itu dijadikan pertimbangan apakah akan mengajukan banding atau tidak. "Yang pasti akan kami cermati lebih lanjut," kata Febri.

Haris Hasanudin divonis dua tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim tidak mengabulkan permohonan justice collaboratore (JC) yang diajukan Haris sesuai tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Haris divonis karena memberikan uang Rp 255 juta kepada mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy alias Romi untuk mengintervensi proses pengangkatannya sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Proses pengangkatan Haris dalam jabatan itu sempat terhambat lantaran pernah mendapatkan sanksi disiplin selama satu tahun pada 2016.

Haris kemudian menemui Romi di rumahnya, Jalan Batuampar 3 No 04 Kelurahan Batuampar Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, dengan memberikan uang Rp 5 juta. Haris kembali bertemu Romi di kediamannya dengan memberikan Rp 250 juta agar membantu dalam pengangkatan dirinya sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

"Dan, selanjutnya saksi Romi menyampaikan kepada saksi Lukmanul Hakim Saifudin agar tetap mengangkat terdakwa Haris sebagai kepala Kantor Wilayah Kemenag Jatim dengan segala risiko yang ada dan atas penyampaian saksi Romi tersebut disetujui oleh saksi Lukmanul Hakim Saifudin," kata Ketua Majelis Hakim Hastoko di ruang sidang PN Tipikor Jakarta, Rabu (7/8).

Selanjutnya, Romi memberi tahu kepada Haris, Menteri Agama Lukman Hakim sudah memutuskan untuk mengangkat Haris sebagai Kakanwil Jatim dan akan mengambil segala risiko yang ada untuk tetap memilih Haris dalam jabatan tersebut. "Atas infomasi tersebut kemudian dimaknai oleh Haris Hasanudin bahwa saksi Lukman Hakim Saifudin akan pasang badan untuk tetap mengangkat terkdakwa Haris," kata hakim.

Dalam putusan itu, nama Lukman disebut menerima uang Rp 70 juta dalam dua kali pertemuan. Pertama, pada 1 Maret 2019 di Hotel Mercure Surabaya, Haris memberikan uang sejumlah Rp 50 juta. Dalam pertemuan tersebut, Lukman disebut akan menjamin pengangkatan Haris.

Haris kemudian diangkat menjadi Kakanwil Kemenag Jatim pada Senin, 4 Maret 2019, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik In donesia Nomor: B.II/04118 dan dilantik pada hari berikutnya. Pada Sabtu, 9 Maret 2019 bertempat di Tebuireng Jombang, Haris kembali memberikan uang sejumlah Rp 20 juta untuk Lukman melalui Herry Purwanto.

Saat bersaksi untuk terdakwa Haris dan Muafaq pada Rabu (26/6), Menag Lukman Hakim membantah melakukan intervensi dalam seleksi jabatan tinggi di Kemenag. Menurut Lukman, ia memang pernah mengatakan kenal Haris saat ditanya Sekjen Kemenag Nur Kholis.

"Itu konteksnya Sekjen yang juga Ketua Pansel bertanya ke saya minta masukan, Pak ada empat nama, minta tanggapan saya bagaimana empat nama calon, jawaban saya bahwa di antara empat nama yang saya kenal adalah Haris, kenapa begitu? Karena tiga lain saya tidak kenal," jawab Lukman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement