REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pasukan militer Myanmar dan badan penyelamatan terus melakukan evakuasi serta memberikan bantuan kepada warga yang terkena dampak banjir serta longsor. Sejauh ini, 52 orang dilaporkan meninggal dunia akibat bencana tersebut.
"Jumlah korban meninggal terakhir dari bencana longsor di negara bagian Mon adalah 52 orang," ujar juru bicara milier Zaw Min Tun, dilansir Guardian, Senin (12/8).
Banjir bandang telah menyebabkan tanah longsor di beberapa negara bagian di wilayah tenggara Myanmar. Musim hujan tahunan tersebut telah merendam rumah-rumah warga. Zaw mengatakan, angkatan bersenjata Myanmar telah menyiapkan helikopter untuk mengirimkan pasokan bahan pangan dan kebutuhan lainnya kepada para warga yang terdampak banjir.
"Akses ke daerah yang terkena dampak masih bagus. Pasukan darat kami sejauh ini dapat mencapai daerah tersebut," kata Zaw.
Hujan deras melanda wilayah lain di negara bagian Mon, Karen, dan Kachin yang membanjiri jalan-jalan serta menghancurkan jembatan. Namun, sebagian besar bantuan difokuskan untuk daerah Mon yang paling terdampak cukup parah. Daerah ini berada di dekat Laut Andaman.
Sementara itu, sekitar dua pertiga wilayah di negara bagian Ye masih tergenang banjir. Sebuah rekaman drone menunjukkan ketinggian banjir mencapai atap rumah warga. Sejumlah warga mulai mengungsi pada Ahad dini hari dengan menggunakan perahu menuju ke tempat yang lebih tinggi.
Seorang warga dari kota Ye, Than Htay (40 tahun) mengatakan, ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa sekitar pukul 02.00 pagi waktu setempat. Than dan keluarganya sempat berteriak untuk meminta tolong. Sebuah kapal mendengar teriakan mereka dan segera memberikan pertolongan.
"Itu sebabnya kami selamat. Kami pikir kami sudah mati," kata Than.
Surat kabar milik negara, Global New Light Myanmar melaporkan, banjir telah merendam sekitar 4000 rumah dan 25 ribu penduduk mengungsi di sejumlah biara dan pagoda. Wakil presiden Myanmar, Henry Van Thio mengunjungi para korban yang selamat dari tanah longsor di desa Paung. Dia mengungkapkan keprihatinannya dan berjanji akan memberikan bantuan dengan cepat.
Sementra itu, administrator desa Paung, Zaw Moe Aung mengatakan, pencarian korban akan terus dilakukan meskipun mengalami kendala karena hujan deras. Menurutnya, pencarian akan dilakukan hingga beberapa hari mendatang.
"Kami masih bekerja. Kami akan terus mencari dalam beberapa hari mendatang juga," kata Aung.
Ilmuwan iklim pada 2015 menempatkan Myanmar di urutan teratas dalam daftar global negara-negara yang paling terpukul oleh cuaca ekstrem. Ketika itu, lebih dari 100 orang meninggal dan ratusan ribu lainnya kehilangan tempat tinggal.