Senin 12 Aug 2019 19:00 WIB

Idul Adha Ramah Lingkungan di Jakarta Dinilai Belum Maksimal

WALHI menilai pelaksanaan Idul Adha ramah lingkungan di Jakarta belum maksimal

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Petugas saat merapikan besek untuk daging kurban di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (11/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas saat merapikan besek untuk daging kurban di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (11/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai pelaksanaan Idul Adha ramah lingkungan di DKI Jakarta belum maksimal. Belum maksimalnya Idul Adha ramah lingkungan ini disoroti khususnya di lokasi penjualan hewan kurban dan penggunaan besek.

“Kalau menjadi gerakan mungkin berpengaruh bagi lingkungan. Tapi ini kan tidak terjadi meluas,” kata Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi di Jakarta, Senin (12/8).

Baca Juga

Menurut Tubagus, hal itu disebabkan sosialisasi dari pemerintah belum berjalan dengan baik. Misalnya, masyarakat di beberapa lokasi yang dikunjungi WALHI belum semua mengetahui tentang kebijakan Idul Adha ramah lingkungan.

“Padahal setiap tahun kita melakukan hal yang sama. Harusnya jauh-jauh hari sudah ada persiapan, pemerintah ini grasa-grusu. Itu berarti masalah utamanya adalah birokrasi tidak bekerja efektif,” tambah Tubagus.

Adapun kebijakan ramah lingkungan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan menjelang Hari Raya Idul Adha 1440 Hijriah antara lain melarang penjualan hewan kurban di jalur hijau dan trotoar. Masyarakat juga diimbau tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai untuk wadah daging kurban.

Kedua kebijakan itu masing-masing tercantum dalam Instruksi Gubernur Nomor 46 Tahun 2019 dan Seruan Gubernur Nomor 4 Tahun 2019. Tubagus menambahkan bahwa kebudayaan masyarakat yang sudah terbiasa dengan lokasi penjualan dan penempatan hewan kurban yang sembarangan memang menyulitkan kanalisasi lokasi penjualan hewan kurban yang layak.

Menurut dia, lokasi penjualan hewan kurban yang layak harus dilengkapi dengan alat pengolah kotoran yang dihasilkan oleh hewan kurban tersebut. Maka dari itu, Tubagus menekankan pentingnya sosialisasi yang menyeluruh dari seluruh perangkat pemerintahan, bukan hanya ramai di media saja.

Sementara untuk penggunaan besek sebagai wadah daging kurban yang ramah lingkungan pengganti kantong plastik, ia melihat warga masih menganggap besek mahal sehingga enggan menggunakannya. “Warga melihat itu mahal karena berpikir hanya dipakai sekali, berarti ada substansi masalah yang tidak sampai ke masyarakat,” ujar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement