REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat mengklaim, penggunaan besek bambu dan kantong ramah lingkungan dalam pembagian daging kurban saat Idul Adha menekan jumlah sampah plastik hingga 30-40 persen dari total sampah per hari.
"Sekarang ini sudah mulai ada kesadaran. Selain besek, kami sarankan juga menggunakan kantong ramah lingkungan seperti telobag dan wadah sendiri, seperti baskom untuk tempat daging kurban," kata Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat Edy Mulyanto di Jakarta, Senin (12/8).
Menurut Edy, per hari rata-rata jumlah sampah di Jakarta Barat yang diangkut ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang mencapai sekitar 1.450 ton. Dari jumlah itu, lanjut dia, sekitar 60 persen di antaranya merupakan sampah organik dan sisanya merupakan sampah anorganik termasuk plastik.
Sebelum diangkut ke pembuangan akhir itu, sampah-sampah juga sudah terlebih dahulu dipilah karena sampah tersebut masih ada nilai ekonominya. Pengangkutan sampah, kata dia, dilakukan tiga kali jam kerja dalam sehari. Saat ini, jumlah sampah yang dihasilkan setelah Idul Adha masih sedang dihitung, tapi diperkirakan jumlahnya masih tetap sama dengan jumlah rata-rata harian.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warlih mengklaim, instruksi penggunaan besek mendapatkan respons antusias yang besar dari masyarakat. Program pertama kali itu digulirkan tidak hanya berdampak di ibu kota, tetapi juga hingga daerah-daerah di Indonesia.
“Panitia kurban sampai di daerah sudah menggunakan wadah yang sama dan gerakannya sudah sangat luar biasa,” kata Andono.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta penyaluran daging kurban menggunakan besek bambu. Perumda Pasar Jaya kemudian mengupayakan distribusi ke wadah pengganti kantong plastik tersebut di 75 pasar tradisional dan 37 toko ritel di bawah Pasar Jaya.
Kehabisan Stok
Penjual besek di PD Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, mengaku kehabisan stok setelah laris manis diserbu pembeli beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Adha 1440 Hijriyah. Pedagang perlengkapan rumah tangga di pasar tradisional Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sukarmin, mengatakan, beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Adha, ia memiliki persediaan lebih dari 500 pasang.
Hanya dalam beberapa hari, persediaan besek tersebut laris dibeli pelanggan dan saat ini hanya tersisa dua pasang. Dia mengaku telah menjual besek bambu tersebut lebih dari 15 tahun.
Selama 15 tahun terakhir itu, orang-orang biasanya membeli besek untuk keperluan prakarya di sekolah atau sebagai tempat kue. Namun, penjualan wadah besek bambu mulai meningkat dalam beberapa bulan terakhir setelah ada imbauan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membagikan hewan kurban dengan besek bambu sebagai ganti kantong plastik.
Sukarmin mengatakan, besek bambu itu dipasok dari Jawa Timur yang juga merupakan tempat kelahirannya. Ia mengatakan, akan terus memasok wadah tersebut mengingat permintaannya masih terus berdatangan.
"Masih ada yang tanya dan ingin membeli dalam jumlah banyak, tapi sayangnya, pasokan dari Jawa Timur juga habis. Jadi, saya tidak bisa janji kapan bisa memasoknya lagi," kata Sukarmin.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono mengatakan, fungsi penggunaan plastik ramah lingkungan dan besek tidak memiliki perbedaan mendasar karena sama-sama ramah lingkungan.
“Penggunaan besek bambu secara fungsi hanya sebagai kemasan. Hanya saja, penggunaan besek jangan sampai membebani panitia pembagian daging kurban. Karena, harganya pasti lebih mahal dari plastik ramah lingkungan,” kata Agus.
Penggunaan besek dan plastik ramah lingkungan secara bersamaan tidak menjadi masalah. Namun, pekerjaan pengemasan itu membutuhkan waktu lebih lama karena plastik ramah lingkungan juga mampu untuk mengemas satu kilogram daging kurban.
“Cepat atau lambatnya terurai di alam, besek dan plastik ramah lingkungan tidak memiliki perbedaan. Hanya, besek mungkin masih dapat dipergunakan kembali sebagai wadah lain sebelum rusak,” kata dia.