REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Silvanus Alvin mengimbau Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto menjelaskan alasan pembentukan Majelis Etik partai. Dia menilai, keberadaan majelis tersebut dianggap bisa membawa persepsi negatif dari masyarakat.
Menurut Alvin, sejauh ini pembentukan majelis itu tidak bisa dilepaskan gambarannya sebagai alat Airlangga untuk mengamankan kursi Ketua umum Golkar. Hal ini, lanjutnya, yang membuat sebagian kader Golkar menolak dengan keras pembentukan Majelis Etik tersebut.
"Dari pemberitaan yang saya cermati, memang pembentukan majelis etik itu bernuansa politis sekali, karena memang dibentuk jelang pemilihan ketua umum Golkar periode mendatang," kata Silvanus Alvin di Jakarta, Senin (12/8).
Akademisi dari Universitas Bunda Mulia ini menyarankan Airlangga dan internal Golkar Perlu duduk bersama untuk membahas khusus tentang keberadaan Majelis Etik itu. Dia mengatakan, pengkajian ulang Majelis Etik perlu dilakukan dengan melihat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Golkar.
"Bila sudah sejalan dengan AD/ART, maka kegaduhan tidak terjadi. Kegaduhan muncul karena ada sebuah proses yang tidak sejalan dengan aturan partai," jelas dia.
Alvin meminta Airlangga menghentikan kegaduhan di internal Golkar. Sebab, dia menilai, akan ada kegelisahan dari para kader Golkar berimbas nantinya pada persepsi negatif dari masyarakat.
Dia mengatakan, Airlangga harus turun tangan mengatasi ini. Menteri perindustrian itu diminta memberi jaminan jika Majelis Etik bukan alat dalam melanggengkan kekuasaan di Golkar.
"Saya rasa ini perlu dilakukan dalam waktu dekat supaya tidak ada kesan bahwa Airlangga ini memonopoli bursa ketum golkar di Munas mendatang," katanya.
Majelis etik Golkar memang dibentuk pada Mei 2019. Alvin mengatakan, saat jtu memang tidak ada gejolak politik apapun di internal partai. Namun, belakangan tim tersebut menimbulkan kegaduhan.
Alvin mengatakan, masyarakat akan menanggapi positif jika pembentukan majelis etik itu diadakan guna menindak kader-kader Golkar yang melanggar, seperti korupsi. Namun, dia khawatirkan jika ada agenda lain di balik Majelis Etik itu, seperti digunakan untuk kepentingan politik praktis.