REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Brussel dan Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama kembali menyelenggarakan kegiatan Indonesia Interfaith Scholarship (IIS) 2019. Kali ini program IIS diikuti 11 peserta dari Uni Eropa (UE) yang terdiri dari Parlemen Eropa, Komisi Eropa, satu jurnalis dan satu mahasiswa, serta tiga pemangku kepentingan dari Jerman.
Pada penyelenggaraan yang sudah keenam kali ini, para peserta akan mengunjungi Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Tujuan program ini adalah agar peserta yang datang dari berbagai negara di Eropa dapat menyaksikan dari dekat bagaimana kehidupan beragama dipraktikkan di Indonesia, bagaimana Indonesia mengelola perbedaan antarumat beragama, serta bagaimana Indonesia berdemokrasi.
Dalam program yang mengedepankan dialog ini, para peserta IIS dijadwalkan akan bertemu dan berdiskusi dengan berbagai tokoh agama dan akademisi di Indonesia termasuk Franz Magnis Suseno, KH Aswin R Yusuf, dan Bhikku Jotidhammo Mahathera, serta para akademisi di Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta.
Tidak hanya itu, para peserta IIS juga akan melakukan berbagai kunjungan ke berbagai tempat ibadah seperti masjid dan pesantren, gereja dan kuil, serta memanfaatkan kesempatan kunjungan mereka untuk mengunjungi desa-desa dan perkampungan untuk melihat dari dekat kehidupan beragama sehari-hari di Indonesia.
Meskipun bukan model yang sempurna, toleransi di masyarakat Indonesia diharapkan dapat menjadi rujukan bagi negara-negara di Eropa, yang juga menghadapi isu serupa seperti isu Islamofobia.
Delegasi Uni Eropa dalam Indonesia Interfaith Scholarship (IIS) 2019. Dok Istimewa
Selain itu, pemahaman yang lebih baik mengenai toleransi dan pluralitas di Indonesia diharapkan dapat memberikan perubahan pandangan yang positif mengenai Indonesia, khususnya di kalangan Parlemen UE yang diakui sering mengeluarkan resolusi dan pernyataan yang kurang relevan mengenai Indonesia.
Plt Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia perlu memperlihatkan bahwa prinsip demokrasi sejalan dengan kultur Indonesia dan nilai-nilai keagamaan yang berkembang di Indonesia. "Indonesia berhasil menerapkan sistem pemerintahan yang demokratis," ujar Faizasyah saat bertemu 14 delegasi IIS, Senin.
Selain membahas isu-isu yang serius, para peserta juga akan diberikan kesempatan untuk menikmati keindahan alam Indonesia dengan kunjungan ke Candi Prambanan dan Borobudur. Program IIS telah dimulai di Jakarta pada 12 Agustus dengan kunjungan ke Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, Masjid Istiqlal dan Gereja Cathedral, dan akan berakhir pada 19 Agustus di Bali.