REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Philip Manhaus, tersangka penembakan di Al-Noor Islamic Center, Baerum, Ibu Kota Oslo, Norwegia menjalani persidangan perdananya, Senin (12/8). Ia dilaporkan hadir di pengadilan dengan wajah yang menyeringai.
Hal itu diyakini memperkuat bukti Manhaus mencoba meniru serangan yang dilakukan atas dasar supremasi kulit putih, seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru. Sejumlah pakar mengatakan pria berusia 21 tahun itu adalah contoh terakhir dari seorang ektremis yang diradikalisasi oleh teori konspirasi sayap kanan yang menyebar secara daring.
Teori itu diantaranya adalah tentang ‘great replacement’ atau penggantian besar-besaran yang secara keliru memperingatkan tentang ‘genosida’ di mana orang kulit putih akan digantikan keberadaannya oleh imigran dan Muslim. Manhaus pada Sabtu (10/8), ditangkap setelah memasuki Masjid Al-Noor di Baerum saat ada tiga orang di dalam yang sedang mempersiapkan Idul Adha keesokan harinya pada Ahad (11/8).
Polisi mengatakan Manhaus melepaskan tembakan dan sedikitnya satu orang terluka. Beruntung, sejumlah orang berhasil menahan tindakannya hingga aparat tiba di lokasi kejadian.
Polisi kemudian memeriksa rumah Manhaus dan menemukan saudari tirinya Johanne Zhangjia Ihle-Hansen tewas terbunuh. Manhaus diyakini telah membunuh perempuan berusia 17 tahun itu sebelum melakukan penembakan di masjid Al-Noor. Saudara tirinya itu diketahui diadopsi dari China saat masih berusia dua tahun.
Manhaus yang hadir di persidangan dengan kondisi wajah masih terlihat memar mengatakan tidak bersalah. Ia tetap meminta agar dirinya dibebaskan.
Pengadilan memutuskan Manhaus tetap berada dalam penahanan pra-sidang selama empat pekan. Namun, ia akan ditempatkan dalam sel isolasi selama dua kali dalam masa tahanan itu.
Kepala badan keamanan dalam negeri Norwegia (PST), Hans Sverre Sjoevold mengatakan pihak berwenang pernah menerima petunjuk mengenai tersangka pada tahun lalu. Namun, mereka tidak dapat bertindak karena informasi dan bukti yang cukup mengenai rencana serangan tidak didapatkan.
Sjoevold mengakui badan keamanan dalam negeri dan polisi menerima informasi dari orang-orang yang khawatir. Namun, setelah diperiksa tidak mengarah pada perencanaan teror yang segera terjadi.
"Banyak orang yang memiliki sikap sayap kanan memiliki pola pikir yang keras, tetapi selama ini sangat sedikit yang melakukan tindakan. Oleh karena itu, misi kami adalah menangkap dan mencegah mereka yang memiliki kemampuan dan kemauan melakukan serangan," kata Stoevold.