REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) merekomendasikan agar pemerintah menghentikan beberapa mega proyek di Pulau Dewata. Proyek yang dimaksud seperti rencana reklamasi Teluk Benoa dan perluasan pelabuhan Benoa. Proyek-proyek tersebut berada di Bali Selatan yang merupakan kawasan rawan gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi.
"Teluk Benoa ini merupakan kawasan rawan bencana dengan tiga varian bencana yakni gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi. Proyek-proyek yang sedang dibangun berpotensi mendatangkan puluhan atau ratusan ribu orang. Jika proyek dijalankan maka pemerintah sebenarnya saat ini pemerintah sedang menyiapkan kuburan massal di Teluk Benoa," kata Koordinator Divisi Politik ForBALI Suriadi Darmoko dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Nasional WALHI di Jakarta, Selasa (13/8).
Suriadi menuturkan Teluk Benoa dan sekitarnya di wilayah Bali Selatan merupakan area yang berhadapan langsung dengan zona megathrust. Zona ini memiliki potensi gempa magnitudo maksimum 9,0. Berdasarkan daftar desa kelas bahaya sedang dan tinggi tsunami yang diterbitkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bali khususnya Kecamatan Kuta Selatan, Kuta, dan Denpasar Selatan terdapat 19 desa dan kelurahan dalam kelas bahaya tinggi tsunami.
Kawasan perairan Teluk Benoa dan sekitarnya juga rawan likuefaksi dengan skenario gempa bumi bermagnitudo 7,2. Suriadi mengatakan di kawasan tersebut terdapat tiga mega proyek baik yang sedang dibangun dan atau direncanakan untuk dibangun.
Proyek-proyek tersebut yaitu rencana reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare, perluasan pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi, serta perluasan bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi seluas 147,45 hektare. Dia mengatakan wacana pembangunan Bali sport hub yang diwacanakan oleh Bupati Badung seluas 50 hektare juga harus dihentikan. Ini karena lokasi itu berada di wilayah rawan bencana.
Menurut dia, perluasan harus dihentikan dan rencana pembangunan serta wacana Bali sport hub harus dibatalkan karena berada di kawasan rawan bencana. Pada 1 Agustus 2019, ForBALI telah mengirimkan surat terbuka terkait konteks kebencanaan di Bali yang berjudul 'Desakan penghentian Megaproyek di Kawasan Rawan Bencana Bali Selatan' kepada Presiden Joko Widodo.
Direktur Eksekutif WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama mengatakan tiga proyek sedang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam rancangan peraturan daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ranperda RZWP3K). Menurut Untung, dokumen rancangan peraturan daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil saat ini belum memasukkan secara detail potensi bencana alam baik gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Teluk Benoa dan sekitarnya.
"Kami meminta Menteri Susi Pudjiastuti dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang selama ini terlibat intens dalam pembahasan Ranperda RZWP3K Provinsi Bali untuk memastikan pertimbangan kebencanaan tersebut dimasukkan ke dalam RZWP3K dan mega proyek tersebut tidak diakomodir di dalam Ranperda RZWP3K hingga ditetapkan sebagai peraturan daerah," ujarnya.