Rabu 14 Aug 2019 13:56 WIB

Pembatasan di Kashmir akan Diperlonggar Mulai Kamis

Jaringan telekomunikasi dan internet masih akan diputus di Kashmir.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Kamis (8/8).
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Kamis (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Pembatasan di Kashmir akan mulai dilonggarkan pada Kamis (15/8), setelah Hari Kemerdekaan India berlangsung. Hal itu dikonfirmasi oleh gubernur negara bagian, Satya Pal Malik dalam sebuah pernyataan pada Rabu (14/8). 

Menurut Malik, pembatasan akan dilonggarkan, meski jaringan telekomunikasi dan internet masih akan diputus untuk warga di Kashmir. Ia mengatakan komunikasi masih tetap akan terhambat bagi orang-orang yang ada di wilayah itu hingga setidaknya 10 hari ke depan. 

Baca Juga

"Kami tidak ingin memberikan instrumen itu kepada musuh sampai keadaan tenang," kata Malik dalam sebuah wawancara dengan Times of India, dilansir The Straits Times, Rabu (14/8). 

Malik mengatakan secara bertahap jalur komunikasi di Kashmir akan dibuka. Diharapkan setidaknya dalam satu pekan hingga 10 hari ke depan hal itu dapat dilakukan karena banyaknya warga yang merasa kesulitan dengan pembatasan yang diberlakukan oleh Pemerintah India di Kashmir sejak awal Agustus lalu. 

Tepatnya pada 5 Agustus lalu, Pemerintah India memutuskan untuk mencabut status khusus Kashmir. Alasan utama di balik langah ini dikatakan adalah sebagai  upaya  untuk mengintegrasikan satu-satunya wilayah yang memiliki mayoritas Muslim tersebut dengan seluruh negara bagian India. 

Partai penguasa Perdana Menteri India Narendra Modi telah mendorong untuk mengakhiri status konstitusional khusus Kashmir. Undang-undang tersebut dianggap menghambat integrasinya dengan India. Namun, para pemimpin politik di Kashmir memperingatkan bahwa hal ini akan memicu kerusuhan besar. 

Pemerintah India yang khawatir terhadap adanya kerusuhan dan kekerasan yang meluas memutuskan untuk memberlakukan isolasi di Kashmir. Bahkan, pada 4 Agustus, satu hari sebelum keputusan mencabut status khusus Kashmir diumumkan, jam malam telah diberlakukan di wilayah itu. 

Puluhan ribu pasukan dikerahkan ke kota utama Kashmir, Srinagar, serta sejumlah kota-kota dan desa-desa lainnya. Gulungan kawat berduri terlihat memenuhi jalan-jalan di wilayah itu dan lalu lintas yang biasanya padat dengan kumpulan kendaraan kini kosong. 

Hampir seluruh jalan di Kashmir ditutup. Orang-orang yang berada di wilayah itu telah dipaksa untuk berada dalam rumah mereka masing-masing. Sementara, di luar, ada ribuan tentara India yang terlihat sedang berpatroli, dengan membawa senjata yang melingkar di pinggang mereka. 

Meski demikian, isolasi tersebut tidak sepenuhnya mencegah aksi protes. Menurut laporan, setidaknya 8.000 orang telah ambil bagian dalam demonstrasi yang digelar pada Jumat (9/8) pekan lalu, tepatnya pada siang hari setelah umat Muslim melaksanakan sholat Jumat. 

Pasukan keamanan kemudian menembakkan gas air mata dan senapan pelet untuk memecah demonstrasi. Pemerintah India pada Selasa (13/8) kemarin untuk pertama kalinya mengkonfirmasi bahwa bentrokan terjadi di Kashmir. Namun, para demonstran dituding melakukan tindakan yang membuat pasukan harus melakukan pertahanan. 

Pemerintah India juga memutuskan untuk menutup masjid terbesar di wilayah Himalaya itu, yakni Masjid Jama pada Senin (12/8). Padahal, banyak orang yang ingin melaksanakan ibadah sholat Idul Adha di sana. 

Mereka pada akhirnya hanya diperbolehkan untuk melaksanakan shalat di masjid-masjid yang lebih kecil. Saksi mata mengatakan hal itu ditujukan agar tidak ada orang-orang yang dapat berkumpul dalam jumlah besar. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement