Rabu 14 Aug 2019 15:18 WIB

Listrik Dongkrak Pendapatan Pengrajin Tenun di Pelosok

PLN terus menggenjot rasio elektrifikasi di NTT.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Dominica Rinesi tengah menenun kain di rumahnya pada Rabu, (14/8). Warga Desa Sonraen, Kecamatan Amarasi Selatan, kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur itu baru saja mendapat akses listrik lewat program berbagi ASN Kementerian ESDM.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Dominica Rinesi tengah menenun kain di rumahnya pada Rabu, (14/8). Warga Desa Sonraen, Kecamatan Amarasi Selatan, kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur itu baru saja mendapat akses listrik lewat program berbagi ASN Kementerian ESDM.

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Warga Desa Desa Sonraen, Kecamatan Amarasi Selatan, kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini sudah bisa menikmati listrik. Desa Sonraen termasuk desa yang menimati listrik gratis sumbangan dari PLN dan Kementrian Energi dan Sumbaer Daya Mineral (ESDM).

Listrik membawa berkah bagi masyarakat. Salah satunya Dominica Rinesi yang berprofesi sebagai pengrajin tenun. Dengan listrik, ibu dua anak ini bisa meningkatkan produktivitas tenunnya.

Baca Juga

Sebelum ada listrik ia hanya berhasil menyelesaikan 1 kain tenun ukuran besar dalam satu bulan. Dengan masuknya listrik maka mampu menyelesaikan 3-4 kain tenun dalam satu bulan.

"Ini berarti pemasukan saya naik hingga 2 kali lipat. Bisa untuk tambah-tambah menutupi pengeluaran keluarga," katanya pada wartawan saat menerima kunjungan PLN dan Kementerian ESDM dalam rangka program bantuan sambungan listrik gratis, Rabu (14/8).

Dominica menyampaikan kain tenun merupakan sumber penghasilan tambahan untuk menyekolahkan kedua anaknya Raimond Aldino Runesi dan Elizabeth Runesi. Keduanya saat ini duduk di bangku Sekolah Dasar. Adapun harga satu kain tenun berada di kisaran harga Rp 300 ribu hingga Rp 1,5 juta.

Sebelum ada listrik biasanya Dominica hanya mampu menenun dari pagi hingga sore hari. Sebab pada malam harinya penerangan terbatas hanya mengandalkan pelita atau lampu minyak. Padahal bagi keluarganya untuk membeli bahan bakar pelita terlalu mahal.

"Dulu satu bulan keluarga kami harus mengeluarkan uang sebesar 75 ribu rupiah untuk membeli minyak sebagai bahan bakar pelita, tapi sekarang dengan adanya listrik, kami hanya perlu menyisihkan Rp 20.000-30.000 untuk 2 bulan" ungkap perempuan berusia 28 tahun itu.

Wilayah NTT merupakan salah satu wilayah yang sedang digalakkan percepatan listrik desanya. Hal ini demi mengejar target rasio elektrifikasi (RE) di daerah tersebut. Hingga Juli 2019, RE disana baru mencapai 73,18 persen. Angka ini jauh dari RE nasional yang mencapai 98 persen.

Contoh rendahnya RE di NTT amat dirasakan di Desa Sonraen. Akses jalan menuju kesana tak memiliki fasilitas penerangan jalan. Padahal kontur jalannya berbukit dan tikungannya tajam.

Sopir mobil rental di NTT, Gladius menuturkan hanya segilintir orang yang mau pergi ke Sonraen saat matahari terbenam. Sebab risiko mengalami kecelakaan amat besar.

"Jalannya gelap sekali tidak ada lampu. Bahaya bisa jatuh ke jurang atau tabrakan," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement