REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengusulkan agar taksi daring (online) tidak terkena sistem ganjil-genap (gage). Usulan itu pun disambut baik oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Namun, sejumlah pro dan kontra justru terjadi di antara para pengemudi taksi daring. Bachtiar, salah satu pengemudi taksi daring mengatakan dirinya setuju jika taksi daring tidak terkena kebijakan ganjil-genap.
Menurut dia jika taksi daring terkena kebijakan ganjil-genap, maka akan mengganggu pendapatan sehari-harinya. "Saya setuju taksi daring tidak kena ganjil-genap. Karena kalau kena ganjil-genap, otomatis pendapatan juga bakal turun," kata Bactiar kepada Republika saat ditemui di Jalan Jenderal S Parman, Jakarta Barat, Selasa (13/8).
Laki-laki asal Lampung itu mengaku, selama ini ia cukup kesulitan saat akan berkendara mencari penumpang. Karena plat mobilnya yang memiliki angka genap, ia tidak bisa bekerja saat tanggal ganjil.
"Tanggal ganjil terpaksa enggak narik. Kalaupun tetap diusahakan narik, ambil orderannya pilih-pilih yang enggak lewati jalan ganjil-genap," ungkap dia.
Hal senada pun disampaikan oleh Firman Lumban Tobing. Firman menyebut ia sangat mendukung usulan Menhub agar taksi daring tidak terkena kebijakan ganjil-genap.
Ia menilai para pengemudi akan kesulitan mengambil orderan penumpang jika taksi daring terkena kebijakan ganjil genap. "Penumpang juga pasti akan protes ke kita (pengemudi) kalau kita tidak ambil orderan karena kena ganjil genap," ujar Firman.
Firman yang sehari-hari biasa mengantarkan penumpang ke wilayah Kuningan Jakarta Selatan itu mengatakan taksi daring tidak perlu terkana ganjil genap. Sebab, hal itu hanya akan membuat pengemudi mencari cara untuk menyiasati petugas.
"Kalau kena ganjil genap, malah enggak efektif. Pengemudi akan cari cara seperti bikin dua plat mobil," imbuhnya.
Hal berbeda diungkapkan oleh Watiyono. Pengemudi taksi daring ini justru tidak setuju dengan usulan Menhub. Menurut laki-laki berusia 34 tahun ini, usulan tersebut akan membuat semakin banyak orang yang mendaftar sebagai mitra taksi daring guna menyiasati kebijakan tersebut.
Sekalipun ada penanda seperti stiker yang menunjukan bahwa mobil tertentu merupakan taksi daring, hal itu kurang efektif. Watiyono menilai perlu ada aturan yang jelas terkait penggunaan tanda itu.
"Tanda itu nantinya berfungsi seterusnya atau tidak? Kalau misalnya saya lewat tapi pas tidak bawa penumpang, apakah akan ditilang?" ucap Watiyono.
Ia berharap agar kebijakan ganjil genap ini disusun dengan jelas. Dengan demikian masyarakat, khususnya pengemudi taksi daring tidak kebingungan dan dapat mengurai kemacetan dengan baik.