REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Provinsi DKI Jakarta menegaskan perihal kepemilikan mobil oleh pemohon Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) DP0 Rupiah. Pertimbangan itu diukur berdasarkan faktor risiko kredit macet.
"Semakin mahal mobil, pajaknya akan semakin mahal. Dengan gaji maksimal Rp 7 juta, mampu tidak? Bukan anti orang punya mobil," kata Kepala Unit Fasilitas Pemilikan Rumah Sejahtera pada Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Provinsi DKI Jakarta Dzikran Kurniawan di Jakarta, Rabu (14/8).
Pertimbangan tersebut akan dilakukan oleh pihak perbankan yang akan membantu proses pencairan kredit rumah pemohon. Pihaknya hanya membantu memfasilitasi kepemilikan rumah dari masyarakat DKI yang kini membutuhkan tempat tinggal tetap di tengah keterbatasan finansial.
Menurut Dzikran, kepemilikan kendaraan pribadi khususnya mobil memiliki konsekuensi bagi nasabah untuk menutup pembiayaan rutin perawatan, cicilan, hingga beban pajak. "Kendaraan itu kan harus dipelihara, pembayaran cicilan. Cuci saja sudah Rp 30 ribu, belum servis tiap bulan," ujarnya.
Kepemilikan mobil akan menjadi pertimbangan perbankan dalam memberikan kredit rumah DP 0 Rupiah. "Mobil itu belanja rumah tangga. Kita jangan sampai bantu orang tapi kredit bermasalah. Kita lihat secara keuangannya bagus atau tidak untuk ke depan. Jangan sampai mengganggu sistem yang baik di perbankan," katanya.
Alasan lain, kata Dzikran, adalah permasalahan lahan parkir kendaraan yang terbatas di Rusunami Klapa Village Jakarta Timur. "Area parkir terbatas. Kalau 700 hingga 800 penghuni pakai mobil semua, mau taruh di mana? Bisa saja diparkir di kampung sebelah, tapi rawan konflik tetangga," katanya.
Dzikran juga mengajak masyarakat agar tidak skeptis terhadap kehadiran pemohon rumah DP 0 Rupiah selama mereka menempuh proses pembelian. "Kalau masalah mobil, siapa tahu itu punya pegawai di situ. Masyarakat harus bijak, jangan ikutan media sosial (medsos). Jangan-jangan dia hanya sopir yang sedang bawa mobil bosnya," ujar Dzikran.