Rabu 14 Aug 2019 17:47 WIB

Kesetiaan dan Optimisme Cermin Perilaku Dokter Muslim

Seorang dokter diharapkan merawat pasiennya secara jujur.

Rep: Mozaik Republika/ Red: Agung Sasongko
Era Dinasti Ottoman.
Foto: Aksitarih.com
Era Dinasti Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesetiaan merupakan nilai kebaikan yang harus dipegang teguh seorang dokter di zaman  Kekhalifahan Turki Usmani dalam mengobati pasiennya. Seorang dokter harus melanjutkan pengobatan kepada pasiennya selama dia mampu.  Meski  perilaku pasien yang ditanganinya sangat menjengkelkan dan mengganggu, seorang dokter harus tetap berusaha mengobatinya dengan penuh kesetiaan.

Inilah etika yang mengatur seorang  dokter agar tidak meninggalkan pengobatan kepada  pasiennya,'' papar  jelas Akdeniz (Sari) N. Menurut dia,  kesetiaan adalah bentuk  tanggung jawab yang harus dijalankan seorang dokter.

Baca Juga

Menurut dokter terkemuka di era kekhalifahan Turki Usmani, Vesim Abbas, menjelaskan aturan kesetiaan seorang dokter. Menurutnya, dokter harus membuka hati terhadap kelakuan buruk pasiennya. Dokter tidak boleh membalas dendam kepada pasien, meskipun pasien berkelakuan tidak sopan.

"Dokter harus mengabaikan tindakan tidak sopan pasien. Dokter tidak akan bereaksi terhadap perilaku buruk pasien, sebaliknya ia harus bertindak dalam rangka pengobatan dan keterampilannya, yang seharusnya ia tidak condong untuk menghentikan pengobatan, tidak merasa terhina, tetapi mencoba untuk melanjutkan perawatan. Kesabaran dari dokter yang efisien adalah salah satu cara untuk pengobatan," jelas Abbas Vesim.

Sebagai gantinya, pasien diharapkan bertanggung jawab untuk mencoba cara pengobatan, resep obat yang ditetapkan dokter. Pasien diharapkan bertindak sesuai dengan nasihat dari dokter untuk pengobatan, ini baik untuk dokter dan pasien.

"Tak mengindahkan nasihat dari dokter mungkin dapat merusak, baik untuk dokter dan pasien," ujar Siyahi, dokter di abad ke-16 M. "Beberapa pasien melakukan sebagian dari saran dokter, karenanya tidak dapat disembuhkan, malah menyalahkan dokter. Jangan melakukan dosa dengan mencampakkan kerja dokter," kata Siyahi Larendevi dalam karyanya Mecma'-i Tibb-i Siyahi.

Optimisme

Seorang dokter diharapkan merawat pasiennya secara jujur. Namun, seorang dokter tak boleh menyebabkan pasiennya mengalami keputusasaan. Ibnu Shareef, seorang dokter dari abad ke-15 M, mengajarkan kepada para dokter untuk mengmbangkan dan menumbuhkan rasa optimisme kepada pasiennya.

"Jika seorang bertanya kepada dokter, apakah pasien itu akan mati dan kapan? Maka,  dokter tidak boleh memberitahukan kepada pasien terkait kematiannya, dokter tidak harus mengatakan bahwa pasien akan mati hari ini atau besok,"  tutur Ibnu Shareef.  Menurut dia, keputusan dokter untuk tak mengungkapkan hal itu akan sangat bermanfaat bagi pasiennya.

Sikap itu akan menumbuhkan optimisme bagi si pasien untuk sembuh. ''Kami merasakan banyak denyutan dari mereka. Hal itu menjadi pertanda kematian. Namun, mereka tidak mati, mereka kembali dan bangun. Jadi  tidak tepat untuk memberi tahu keluarga dan teman-teman tentang kematian pasien, bahkan jika dokter itu hanya menduga.''

''Hanya Allah saja yang tahu kebenaran. Apapun penyakit yang mungkin, pasien harus  dirawat dengan baik.  Pasien harus jauh dari kegelisahan dan kesedihan dengan cara pengobatan apapun yang mungkin. Tolong lakukan dengan memotivasi dan dengan harapan bahkan dengan pemberian hadiah. Ia harus bergembira dengan teman dekatnya dan orang yang baik hati mengunjunginya. Jadi, pasien akan merasa bahagia dan semangat yang semakin meningkat," papar Ibnu Shareef dalam karyanya Yadigar.

Para dokter disarankan untuk tidak berbicara kepada pasien tentang kepastian prognosa penyakitnya. Haci Pasa, seorang  dokter Muslim dari abad ke-15 M, dalam karyanya Kitabu'l Teshil fi't Tib, mengatakan,  tidak benar mengekspresikan kebohongan bahwa pasien sudah tentu akan mati atau sembuh.

Abbas Vesim mengatakan hal serupa. Dokter, kata dia, seharusnya tidak mengatakan bahwa seorang pasien pasti akan terus hidup. Hati-hati mencatat periode pasti, berapa lama kira-kira sakit pasien. Ahmed bin Bali Fakih mengungkapkan, nasihat  seirang dokter harus mendorong meningkatkan pasiennya, dengan memberinya harapan bahwa penyakitnya akan sembuh Begitulah para dokter Muslim di era Kekhalifahan memegang teguh etika kedokteran dalam menyembuhkan pasiennya.

Aturan berperilaku yang dikembangkan para dokter di zaman kejayaan Islam, penting kiranya dihidupkan kembali para dokter Muslim di era modern ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement