REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mardani Ali Sera mengatakan kualitas konsolidasi demokrasi di Indonesia mengalami dinamika yang fluktuatif. Ia juga menyebut kualitas demokrasi sangat ditentukan oleh perilaku elite politik baik etika maupun logikanya.
"Etika dan logika elite itu harus betul-betul merupakan etika publik, karena logika publik itu mencontoh dari logika elite. Ibaratnya, 'guru kencing berdiri, murid kencing berlari'," kata Mardani Ali Sera, pada diskusi "Dialog Kenegaraan: Langkah Demokrasi Republik Indonesia Setelah Usia ke-74" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (14/8).
Menurut Mardani, Indonesia menerapkan demokrasi pada era reformasi sejak 1998, kondisinya terus mengalami fluktuasi sampai saat ini yang ditentukan oleh faktor elite dan bukan masyarakat. "Masyarakat terlibat langsung dalam penentuan arah demokrasi hanya sekitar satu menit, ketika memberikan hak suaranya di TPS (tempat pemungutan suara) pada pemilu dan pilkada," katanya.
Mardani menjelaskan, kalau elite politik berperilaku baik, maka secara etika dan logika, masyarakat akan mendukung. Sebaliknya, kalau elite politik berperilaku buruk, masyarakat akan memberikan respons bisa lebih buruk.
"Karena itu, jangan salahkan masyarakat jika berperilaku buruk," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Mardani juga menjelaskan, penerapan demokrasi dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Mardani, ekonomi nasional Indonesia akan tumbuh baik jika Indonesia mengikuti tren perkembangan dunia, yang saat ini sudah memasuki industri 4.0 dan ekonomi kreatif.
Salah satu bentuk ekonomi kreatif yang dicontohkan oleh Mardani adalah beralihnya jasa angkutan rakyat yakni ojek, dari ojek pangkalan menjadi ojek online. "Kalau Indonesia tidak mengikuti trenpertumbuhan ekonomi dunia, yang terkoneksi menjadi ekonomi kreatif, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia juga berjalan lamban," katanya.
Mardani juga menyinggung soal pembangunan sumber daya manusia, setelah Indonesia merdeka selama 74 tahun. "Kalau mencermati kualitas sumber daya manusia dari pendekatan pendidikan, Indonesia sudah tertanggal dari Malaysia dan Singapura," katanya.
Anggota Komisi II DPR RI ini menegaskan, dalam waktu 74 tahun, sebenarnya sudah sangat cukup untuk membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. "Apalagi, Indonesia pada 1955 sudah mampu mengorganisir negara-negara di Asia dan Afrika melalui kegiatan KAA (Konferensi Asia Afrika)," katanya.
Mardani mengusulkan, untuk memberdayakan SDM, pemerintah sepatutnya menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan merata dengan biaya terjangkau oleh masyarakat. "Pendidikan juga akan memperkuat budaya asli Indonesia," katanya.