Kamis 15 Aug 2019 04:25 WIB

Meksiko Terus Desak AS Sebut Penembakan El Paso Aksi Teroris

Sebanyak 22 orang tewas dalam penembakan di perbatasan AS-Meksiko.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Bunga dan mainan untuk menghormati korban penembakan di kompleks perbelanjaan di El Paso, Texas, Ahad (4/8).
Foto: AP Photo/Andres Leighton
Bunga dan mainan untuk menghormati korban penembakan di kompleks perbelanjaan di El Paso, Texas, Ahad (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Pemerintah Meksiko meningkatkan tekanan mereka kepada Amerika Serikat (AS) untuk menyatakan penembakan El Paso sebagai aksi terorisme terhadap orang Meksiko. Penembakan yang terjadi pada pada Sabtu (3/8) lalu itu menewaskan delapan warga Meksiko.

Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard bertemu dengan pejabat AS. Ia mengatakan harus ada langkah yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang serupa terjadi lagi.

Baca Juga

"Sangat penting untuk gigih, untuk memastikan, menjernihkan dan menuntut langkah yang diambil jadi hal seperti ini tidak terulang, dan langkah pertama adalah mengklasifikasikan seperti apa adanya, aksi terorisme yang ingin mengambil nyawa orang Meksiko," kata Ebrard, dalam konferensi pers, Rabu (14/8).

Sebanyak 22 orang tewas dalam penembakan yang terjadi di sebuah Walmart yang terletak di perbatasan AS-Meksiko. Pemerintah Meksiko langsung menyatakan akan menginvestigasi penembakan itu sebagai aksi terorisme.

Empat halaman pernyataan yang diyakini ditulis oleh pelaku penembakan Patrick Crusius menyebut aksinya sebagai 'respon atas invansi Hispanik di Meksiko'. Crusius mengunggah pernyataan itu di situs 8chan yang kerap digunakan ekstremis menyebarkan ideologi mereka.

Berdasarkan laporan penyelidikan polisi El Paso pelaku pun mengakui ia mengincar orang Meksiko. Ebrard mengatakan pasti ada orang yang menyakal penembakan ini bukan bagian dari aksi terorisme.

"Akan ada yang mengatakan 'tidak, tidak, tidak, ini bukan terorisme, ini cuma satu orang', ya memang perlu disebutkan orang yang melakukan tindakan keji, mengerikan, dan menjijikkan ini bagian dari suatu jaringan, tapi ia juga mengunggah manifesto ke jaringannya," kata Ebrard.

Pemerintah Meksiko mengatakan mungkin mereka mengajukan permintaan pelaku diekstradiksi agar diadili di Meksiko. Serangan ini terjadi ketika hubungan antara pemerintah Meksiko dan pemerintahan Donald Trump memburuk karena masalah perdagangan dan imigrasi.

"Apa yang pelaku katakan itu buruk, tapi tidak berarti ia gila, ia memiliki kemampuan melakukannya," kata Ebrard.

Setelah penembakan tersebut Meksiko mendesak AS untuk melakukan kerja sama. Mengidentifikasi supremasi kulit putih yang dapat mengancam keselamatan warga.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement