REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Susunan kabinet yang akan membantu Presiden Joko Widodo dalam periode kedua pemerintahan sudah final disusun. Menurut Presiden Joko Widodo, daftar kabinet tinggal diumumkan.
"Komposisinya, 55 persen profesional dan 45 persen dari parpol," ujar Jokowi dalam pertemuan makan siang dengan pimpinan media massa di Istana Merdeka, Rabu (14/8).
Selain didominasi profesional, dia juga menyebutkan, nanti dalam kabinetnya ada menteri yang berusia di bawah 30 tahun. Kabinet yang berusia muda ini ditegaskannya bukan berasal dari unsur partai politik. "Dia berlatar belakang profesional, dengan jejak manajerial yang bagus," kata Jokowi.
Menteri berusia muda ini disebutkannya akan memimpin kementerian lama (bukan nomenklatur baru). Jokowi juga mengungkapkan bahwa kabinetnya tetap akan beranggotakan 34 orang. Sebagian nomenklatur kementeriannya berubah dan sebagian lagi tetap.
Secara khusus, dia mengungkapkan, bakal ada nomenklatur baru kementerian bidang investasi. Menurut Jokowi, hal itu diperlukan karena problem neraca perdagangan yang selalu defisit itu disebabkan oleh dua faktor, yakni investasi dan ekspor.
Karena itu, selain bidang investasi, pihaknya pun berniat untuk menata kembali kewenangan pengelolaan ekspor dalam kabinet. Dia menyatakan, soal ekspor bisa saja ditangani oleh kementerian yang berbeda dari sekarang.
Presiden menegaskan, perumusan komposisi kabinet dan pemilihan posisi menteri dalam susunan kabinet yang baru nanti adalah wewenangnya secara penuh. "Kamu tahu nggak kabinet itu apa? Kabinet itu hak prerogatif presiden. Menteri itu adalah hak prerogatif presiden," ujar Jokowi, kemarin.
Penekanan yang disampaikan Jokowi perihal penyusunan kabinet merupakan wewenang penuh miliknya, melontarkan sinyal bahwa partai politik anggota koalisi harus menerima keputusan tersebut. Saat ditanya kembali tentang suara koalisi, Jokowi memilih untuk tidak menjawab. "Seperti yang saya sampaikan tadi," kata Jokowi singkat.
Sejak 2014 hingga 2019, Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla melakukan empat kali perombakan terbatas. Pada komposisi terkini, terdapat 13 menteri dari parpol, masing-masing empat dari PDIP, tiga dari PKB, dua dari Golkar, dua dari Nasdem, satu dari Hanura, dan satu dari PPP.
Sisanya, terdapat 21 menteri dari jalur nonparpol, meski Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan belakangan mengungkapkan masih kader Golkar. Selain para menteri, Jokowi juga menunjuk Pramono Anung dari PDIP sebagai sekretaris kabinet dan Prasetyo yang sempat menjadi kader Nasdem sebagai jaksa agung.
Dengan jumlah itu, persentase nonparpol di kabinet saat ini sedianya lebih banyak dari yang dijanjikan Jokowi untuk kabinet mendatang, yakni sekitar 62 persen dibandingkan 38 persen untuk kader parpol.
Tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin mendorong agar pemerintah jangan tersandera kepentingan partai politik (parpol) peminta jatah menteri dalam kabinet pemerintahan. "Kepada pemerintahan baru, kami berharap bisa membentuk kabinet yang betul-betul berkeahlian dan profesional," kata Din, di Universitas Muhammadiyah Surakarta, di Solo, kemarin.
Ia mengatakan, Indonesia dengan segala tantangan dan permasalahannya dewasa ini menuntut pemerintahan yang lebih baik. Dengan demikian, ia berharap pada jabatannya dalam periode kedua mendatang, Presiden Joko Widodo dapat memastikan jalannya pemerintahan yang lebih baik.
"Ini perlu didukung pembantu punya kemampuan, integritas yang bersifat melayani sebagai public server," ujar mantan ketua umum PP Muhammadiyah tersebut. Ia mengatakan, saat ini banyak menteri dari partai politik yang kurang berorientasi bekerja dan mengabdi untuk bangsa dan rakyat, tetapi justru lebih mengabdi untuk partai.
Beberapa partai sebelumnya memang telah secara terang-terangan meminta jatah menteri di kabinet kepada Jokowi. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, misalnya, mendesak agar mayoritas menteri parpol dari kader PDIP. Hal itu ia sampaikan dalam kongres di Bali pekan lalu. Presiden Jokowi kala itu mengindikasikan akan memenuhi permintaan Megawati.
Golkar, PKB, dan Nasdem sebagai partai pendukung pemerintahan dengan perolehan suara di bawah PDIP pada Pemilu 2019 lalu juga telah meminta jatah masing-masing. Sebagian pengurus PB Nahdlatul Ulama (NU), yang menjatuhkan dukungannya ke Jokowi pada Pilpres 2019 lalu, juga meyakini ada jatah untuk kader ormas Islam tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang mengatakan nama-nama menteri yang akan ditunjuk masih disimpan rapat-rapat oleh Jokowi. "Presiden itu selalu menjaga perasaan orang-orang lain. Jadi, kalau sudah ada bocoran, bagian tukang bocorinnya itu biasanya orang-orang ngawur karena Presiden tidak gampang dibocorin," ucap OSO di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Selasa (13/8) petang.
Direktur Eksekutif Voxpol Center sekaligus pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai hak prerogatif Jokowi dalam memilih menterinya seharusnya tak diintervensi oleh partai politik pengusungnya. "Ini adalah hak prerogatif presiden, dan di sinilah hak tersebut seharusnya dilaksanakan oleh Pak Jokowi. Hal seperti ini sudah seharusnya jangan didikotomikan," ujar Pangi kepada Republika, Rabu (14/8).
Dengan komposisi menteri yang ia umumkan, Jokowi dinilai membuktikan bahwa dia ingin memberikan kerja terbaiknya pada periode terakhirnya. Selain itu, Jokowi seakan tak memedulikan permintaan para ketua umum partai yang meminta jatah menteri.
"Komposisi itu membuktikan Pak Jokowi ingin kabinet sekarang ini kabinet ahli, yang mayoritas diisi oleh ahli dan profesional, bukan dari partai politik," kata Pangi.
Meski demikian, Pangi menilai komposisi tersebut dapat menimbulkan masalah di internal Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Apalagi, jika PDIP masih mengganggap Jokowi sebagai petugas partai. "Di mana PDIP bisa saja mengintervensi jumlah menteri dari partai politik sehingga PDIP bisa saja mendapatkan kursi menteri yang lebih banyak dari 45 persen itu," ujar Pangi. n irfan junaidi/sapto andika candra/nawir arsyad akbar ed: fitriyan zamzami