REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai rencana menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tidak terlalu penting. Menurutnya, tidak ada yang menjamin bahwa GBHN akan diubah nantinya.
"Menambah wewenang MPR membuat dan menetapkan GBHN tidak begitu penting. Apalagi dengan perubahan komposisi MPR setiap lima tahun, GBHN pun tidak tertutup untuk diubah, walaupun direncanakan berlaku 25 tahun," ujar Zoelva kepada Republika.co.id, Kamis (15/8).
Banyak pihak yang menyebut, dengan adanya GBHN, haluan negara bisa memuat hal yang pokok, berupa prinsip-prinsip panduan. Misalnya terkait politik pangan, energi, penguasaan teknologi, politik keuangan, politik pertahanan. Serta kepemimpinan Indonesia di dunia internasional.
Namun, Zoelva tak sependapat dengan alasan itu yang digunakan untuk menghidupkan kembali GBHN. Menurutnya, jika kebutuhannya seperti itu, cukup dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). "Bisa 25 tahun (RPJP), dan hal itu juga efektif asal semua konsekuen dengan RPJP itu," ujar Zoelva.
Selain itu, GBHN yang ada di dalam rencana mengamandemen secara terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, harus dipertimbangkan fungsi dan mekanismenya. Menurutnya, jika GBHN tak memiliki mekanisme pengawasan dalam penegakkannya, hal itu dapat menimbulkan masalah nantinya.
"Tidak memiliki mekanisme pengawasan dalam penegakkaanya akan jadi soal. Problemnya mengenai pengawasan ini adalah apakah MPR juga mengawasi inplemtasi GBHN," ujar Zoelva.