REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Musim panas di India bukan main gerahnya. Baru beberapa menit Nuur Taufiiqoh membasahi handuk, kain itu bisa langsung kering kembali akibat kondisi tersebut. Suhu panas di India bisa mencapai lebih dari 40 derajat celsius atau bahkan mendekati 50 derajat celsius.
Nuur merupakan mahasiswi asal Indonesia yang menimba ilmu communicative english di Aligarh Muslim University (AMU), India. Kondisi yang dirasakan Nuur merupakan hal yang biasa dihadapi masyarakat India pada musim panas terutama di wilayah Uttar Pradesh, New Delhi, dan beberapa daerah lain.
Nuur mengatakan, kondisi tersebut cukup menambah tantangan hidupnya sebagai mahasiswa. Keterbatasan biaya untuk membeli pendingin ruangan bisa diakali dengan berbagai cara. Salah satunya membasahi handuk dan menempelkannya ke tubuh untuk mengurangi rasa panas.
"Walaupun, ya tetap saja handuk itu 20 menit sekali sudah kering lagi. Betul-betul panas sekali," kata Nuur kepada wartawan Republika, Ahmad Fikri Noor, di New Delhi.
Nuur berkisah, ada pula mahasiswa yang sengaja mengguyur kasurnya dengan air agar bisa tidur tanpa kegerahan. Selain itu, ada juga yang membeli kolam renang karet dan mengisinya dengan air. Kolam itu kemudian digunakan untuk berendam sekaligus membaca buku-buku perkuliahan.
"Karena panas sekali jadi susah belajar. Nah, ada yang berendam di kolam itu supaya bisa tetap fokus," kata mahasiswi asal Bogor, Jawa Barat.
Tantangan kuliah di India bukan hanya soal musim panas yang gerah. Negara dengan penduduk mencapai 1,3 miliar orang itu punya segudang masalah. Mulai dari lingkungan yang kotor, perilaku masyarakat yang tidak ramah, ketimpangan sosial, hingga bahaya pelecehan seksual. Namun, hal itu tidak membuat Nuur dan sekitar 175 mahasiswa asal Indonesia menyerah menimba ilmu di India.
Mahasiswi AMU lainnya, Salsabila Putri mengaku bangga bisa berkuliah di India. Mahasiswi jurusan psikologi itu mengatakan, salah satu hal yang ia dapatkan dari kehidupan di India adalah mental keberanian dan kemandirian.
Menurutnya, dengan hidup di negeri orang, sifat manja dan kebiasaan bergantung pada orang tua bisa berkurang. Terlebih lagi dengan hidup di India.
"Banyak yang bilang, kalau sudah mampu hidup di India, pasti bisa hidup di tempat lain," kata Salsabila.
Mahasiswi jurusan Bahasa Jerman di Jawaharlal Nehru University Ardianti Dewi Indriastuti mengaku kagum dengan etos belajar orang India. Dia mengatakan, mahasiswa India terkenal bisa menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan untuk membaca buku. "Mereka itu punya pemikiran kritis yang bagus. Biasanya juga mereka jago dalam debat," kata Ardianti.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) New Delhi, India Lestyani, mengakui hal-hal tersebut merupakan tantangan yang dihadapi mahasiswa Indonesia di India. Karena itu, Lestyani membuka diri untuk menampung berbagai keluhan dari para mahasiswa tersebut.
Lestyani juga berharap para mahasiswa yang sedang belajar di India bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya. "Saya bahkan sering mengingatkan mahasiswa agar tidak terus menggunakan gawai untuk bermain gim," kata Lestyani.
Sementara itu, dia mengaku saat ini berharap bisa meningkatkan kerja sama di bidang riset dengan India. Hal ini sejalan dengan kesepakatan yang dicapai Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri India Narendra Modi pada 2018 lalu.
Selain peningkatan kerja sama riset, dia juga berharap terdapat peningkatan program pertukaran hingga tercapainya publikasi jurnal bersama.