Kamis 15 Aug 2019 15:02 WIB

BKF: Wacana Tax Amnesty Jilid II Belum Dibahas oleh Kemenkeu

Wacana tax amnesty jilid II menimbulkan pro kontra di masyarakat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Tax Amnesty
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Tax Amnesty

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adrianto menjelaskan, isu mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty jilid kedua belum masuk dalam pembahasan formal di lingkungan Kemenkeu. Pihaknya masih memantau perkembangan isu tersebut, termasuk dari segi kebutuhan dunia usaha.

Adrianto mengakui, isu tax amnesty jilid kedua menimbulkan banyak 'suara' di masyarakat. Banyak yang mendukung, tapi tidak sedikit juga yang menyatakan penolakan terhadap fasilitas ini.

Baca Juga

"Jadi ini masih kita lihat dulu," ujarnya ketika ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (15/8).

Adrianto menuturkan, pihaknya melihat tax amnesty sebagai upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang kini masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Jangka panjangnya, upaya ini mampu berdampak positif terhadap penerimaan negara.

Tapi, Adrianto menegaskan, upaya peningkatan kepatuhan pajak tidak terbatas pada tax amnesty. Masih banyak kebijakan fiskal atau insentif yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan tersebut. Sebut saja pelonggaran pajak berupa tax holiday dan tax allowance yang kini menjadi prioritas Kemenkeu.

Di sisi lain, Adrianto menjelaskan, Kemenkeu juga berupaya melakukan pemanfaatan teknologi guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Termasuk di antaranya menjalin kemitraan dengan platform marketplace.

"Jadi, masyarakat semakin mudah membayar pajak," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Riset Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, upaya pemerintah dalam mendorong ekonomi memang membutuhkan ekspansi fiskal. Tapi, bukan berarti harus diiringi dengan meningkatkan pajak semata, termasuk mengandalkan tax amnesty.

Piter menyebutkan, ada tiga kondisi yang harus dipilih pemerintah. Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, meningkatkan pertumbuhan pajak.

Ketiga, mengurangi defisit dan utang luar negeri. "Ini ketiganya tidak dapat diambil sekaligus atau disebut impossible trinity, tiga hal yang tidak mungkin kita raih bersama," ucapnya.

Piter menuturkan, pemerintah kini sebaiknya fokus pada pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan tidak terlalu mengejar pajak, melainkan pelonggaran pajak. Insentif pajak diberikan kepada pengusaha agar memberikan kesempatan pada konsumsi dan investasi untuk terus tumbuh.

Tapi, Piter menjelaskan, ketika pemerintah mengorbankan penerimaan pajak, defisit negara memang akan melebar. Kondisi ini yang harus dipahami pemerintah untuk merancang kebijakan berikutnya.

"Nggak mungkin kita mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengejar pajak karena sifatnya pajak menghambat pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement