REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Amnesty International meminta Perdana Menteri India Narendra Modi untuk mencabut pemutusan jaringan komunikasi untuk warga Jammu dan Kashmir. Sebab, sudah hampir dua pekan warga Jammu dan Kashmir terisolasi akibat dibatasinya komunikasi, pemberlakuan jam malam, hingga penangkapan tokoh politik setempat oleh pemerintah pusat India.
"Merupakan sebuah paradoks bahwa ketika India merayakan hari kemerdekaannya yang ke-73 hari ini, rakyat Jammu dan Kashmir terus dikurung selama 10 hari terakhir," kata kelompok hak asasi manusia dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Aljazirah, Kamis (15/8).
Sementara Modi pun terus membela keputusannya untuk mencabut status khusus Kashmir. Ia mengatakan langkah itu adalah untuk memastikan gagasan "satu negara, satu konstitusi", yang katanya akan mendorong pertumbuhan di wilayah yang bermasalah.
Modi membuat pernyataan itu pada pidatonya di perayaan ulang tahun ke-73 kemerdekaan India di New Delhi. "Kami tidak percaya menunda penyelesaian masalah, kami juga tidak membiarkan masalah memburuk," kata Modi. Menurutnya, dua pertiga dari kedua majelis parlemen India menyetujui pencabutan status Kashmir.
Pekan lalu India mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir yang telah disandangnya selama hampir tujuh dekade. Perdana Menteri India Narendra Modi beralasan keputusan itu diambil untuk menyatukan Kashmir sepenuhnya dengan India. Selain itu dia pun hendak membebaskan wilayah tersebut dari kelompok teroris dan separatis.
Keputusan itu tak hanya memicu kemarahan dari warga Kashmir, tapi juga Pakistan. Ia memutuskan menurunkan hubungan diplomatiknya dengan India. Selain itu, Islamabad pun menangguhkan semua aktivitas perdagangannya dengan New Delhi. Pakistan mengatakan akan membawa permasalahan pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir oleh India ke Dewan Keamanan PBB.