REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia maritim bukanlah hal yang aneh bagi Ibnu Majid. Sejak kecil lautan telah menjadi bagian hidupnya, karena ia memang tumbuh dari keluarga pelaut. Tak aneh bila pada usia 17 tahun, Ibnu Majid sudah sangat jago mengemudikan kapal laut.
"Keluarga Ahmad Ibnu Majid berasal dari Najd di Semenanjung Arabi. Darah pelaut mengalir ditubuhnya. Hal ini karena kakek dan ayahnya juga merupakan seorang pelaut. Ayahnya bahkan pernah menulis buku tentang navigasi di lautan sekitar Hijaz," tutur Muhammad Razi dalam karyanya bertajuk 50 Ilmuwan Muslim Populer.
Lantaran terbiasa mengikuti pelayaran di Laut Merah bersama ayahnya, sang navigator bersama teman-temannya juga memiliki ide melakukan perlayaran di sejumlah daerah. Berbekal keberanian dan tekad baja, ia bersama sekelompok pelaut melakukan penjelajahan yang lebih luas. Ibnu Majid pun mengarungi Samudera Hindia.
Penjelajahannya yang begitu lama di Samudera Hindia membuat Ibnu Majid sangat memahami seluk beluk daerah itu. Malah, ia menulis sejumlah pandangannya yang sangat penting bagi dunia kelautan pada masa itu.
Berkat keberaniannya menyusuri daerah baru yang jarang dikunjungi, Ibnu Majid pun kian dikenal. Setiap penjelajahannya didukung alat canggih seperti kompas yang dibuatnya sendiri, tentu saja kompas ini jauh lebih detail dari kompas modern.
"Dengan bantuan kompasnya, ia juga berhasil menjelajahi daerah pantai Benua Afrika, mulai dari Luat Merah ke arah selatan lalu ke Barat hingga Maroko dan Laut Tengah. Tak diragukan lagi, ilmu kelautan adalah sesuatau hal yang sangat dikuasai dan dipahaminya," papar Muhammad Razi.
Seringnya ia melakukan penjelajahan di berbagai daerah, tentu saja membuatnya memiliki banyak kenalan dan teman. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Vasco Da Gama, pelaut sal Purtugis itu.