Kamis 15 Aug 2019 17:34 WIB

Kasus Meikarta, KPK Panggil Direktur PT Lippo Cikarang

Direktur Lippo Cikarang itu diperiksa untuk tersangka IWK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga pegawai dari PT Lippo Cikarang terkait penyidikan kasus dugaan suap proyek Meikarta. Ketiga saksi yakni Direktur PT Lippo Cikarang, Jukian Salim; Sekretaris Direksi PT Lippo Cikarang Tbk, Melda Peni Lestari dan Staf Keuangan Lippo Cikarang, Sri Tuti.

"Ketiganya diperiksa untuk tersangka IWK (Iwa Karniwa, Sekertaris Daerah Jawa Barat)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Kamis (15/8).

Baca Juga

Diketahui, penetapan Iwa sebagai tersangka merupakan hasil dari pengembangan perkara sebelumnya terkait izin pembangunan Meikarta yang berawal dari kegiatan tangkap tangan pada 14 dan 15 Oktober 2018. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, dalam perkara ini, diduga Iwa meminta duit senilai Rp 1 miliar kepada Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili terkait pengurusan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Diketahui, RDTR itu menjadi bagian penting untuk mengurus proyek pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Saut menuturkan, awalnya, pada 2017 Neneng Rahmi menerima sejumlah uang terkait dengan pengurusan RDTR Kabupaten Bekasi. Uang itu kemudian diberikan kepada beberapa pihak dengan tujuan memperlancar proses pembahasannya.

"Kemudian, sekitar Bulan April 2017, setelah masuk pengajuan Rancangan Perda RDTR, Neneng Rahmi Nurlaili diajak oleh Sekretaris Dinas PUPR untuk bertemu pimpinan DPRD di Kantor DPRD Kabupaten Bekasi. Pada pertemuan tersebut Sekretaris Dinas PUPR menyampaikan permintaan uang dari Pimpinan DPRD terkait pengurusan tersebut," kata Saut di Gedung KPK Jakarta, Senin (29/7).

Setelah disetujui oleh DPRD, lanjut Saut, rancangan Perda RDTR Kabupaten Bekasi Bekasi kemudian dikirim ke Provinsi Jawa Barat untuk dilakukan pembahasan. Namun, Raperda itu tidak segera dibahas oleh kelompok kerja (Pokja) Badan Koordinasi Penataan ruang Daerah (BKPRD) padahal dokumen pendukung sudah diberikan. Untuk memproses RDTR itu, Neneng Rahmu harus harus bertemu dengan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa.

"Neneng Rahmi kemudian mendapatkan Informasi bahwa tersangka IWK (Iwa Karniwa) meminta uang Rp1 miliar untuk penyelesaian proses RDTR di Provinsi," ucap Saut.

Akhirnya, lanjut Saut, permintaan tersebut diteruskan kepada salah satu karyawan PT. Lippo Cikarang dan direspon bahwa uang akan disiapkan. Beberapa waktu kemudian, pihak Lippo menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi.

"Dan kemudian, sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng Rahmi melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat," ujar Saut.

Atas perbuatannya, Iwa diduga melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang  31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement