REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDI Perjuangan mengklarifikasi penolakan Joko Widodo atas wacana amandemen terbatas. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut, Jokowi tak menolak seluruh aspek amandemen terbatas, namun hanya aspek pemilihan presiden.
"Jadi yang ditolak itu terkait dengan pemilihan presiden karena ada persepsi seolah dengan amandemen terbatas pemilu presiden akan dilaksanakan oleh MPR padahal prinsip kedaulatan rakyat tetap dijalankan sebaik baiknya," kata Hasto di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Jumat (16/8).
Wacana amandemen terbatas UUD 1945 diketahui mencakup dua isu. Yakni penerapan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan peletakan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Isu yang kedua itu ditakutkan membuat pemilihan presiden langsung oleh rakyat akan tergantikan dengan pemilihan oleh MPR.
Pada Rabu (14/8), Jokowi yang merupakan produk Pilpres langsung pun menolak bila presiden harus dipilih oleh MPR seperti pada saat orde baru. Terkait hal itu, Hasto mengatakan, amandemen terbatas tidak masuk dalam ranah pemilu presiden secara langsung oleh rakyat.
Amandemen terbatas, kata Hasto, memberikan haluan kepada negara untuk mementukan arah besar pembangunan bangsa. Hasto pun meyakini, amandemen terbatas tidak akan memengaruhi pilpres
"Tidak (pengaruh), karena seluruh kerja sama yang dilakukan termasuk dengan presiden smata didedikasikan bagi kepentingan haluan negara kita," ujar dia.
PDIP pun menjadi partai yang paling getol dalam mendorong amandemen terbatas yang telah dijadikan rekomendasi untuk MPR 2019-2024. Maka itu, PDIP terus membangun komunikasi dengan fraksi dan DPD agar hasil musyawarah mufakat menghasilkan pimpinan MPR yang solid untuk mewujudkan agenda itu.
"Mengingat kita punya agenda yang maha oenting utk bangun legacy (peninggalan) bagi bangsa kita, termasuk legacy bagi pemimpinan pak Jokowi yaitu melalui amandemen terbatas," ucap Hasto.
Seperti diketahui, isu amandemen terbatas kembali digulirkan di akhir masa periode 2019-2024. Seluruh fraksi telah menyatakan kesetujuannya atas wacana amandemen tersebut. Meskipun, sejumlah fraksi masih memberikan catatan agar kajian untuk amandemen itu diperdalam.
Kesetujuan semua fraksi ini ditunjukkan dari dibentuknya panitia Ad-Hoc pada 16 Agustus 2018 lalu dalam sidang MPR. Ketua tim Ad-Hoc adalah Wakil Ketua MPR RI dari fraksi PDIP Ahmad Basarah.
Namun, kinerja tim ad-hoc yang terbentuk pada tahun 2018 harus terbentur dengan hajatan Pemilu 2019. Setelah proses pemilu usai, wacana amandemen kembali didengungkan dalam Rapat Pimpinan MPR pada Rabu 24 Juli 2019 dan terus bergulir.