REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyambut peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, Centre for Dialogue and Cooperation and Among Civitasion (CDCC) mengadakan sarasehan nasional sekaligus muhasabah di kantor pusat CDCC, Jakarta Selatan, hari ini.
Dalam pemaparannya, Ketua CDCC Prof Din Syamsuddin memandang, kehidupan nasional mesti diakui mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi dari cita-cita para pendiri bangsa.
Saat ini, dinamika kehidupan bangsa seperti berkutat pada sebatas saling klaim pihak-pihak yang mengaku paling Pancasila.
Dia menambahkan, adanya saling klaim tersebut sesungguhnya berbahaya bagi masa depan bangsa. Sebab, boleh jadi pihak-pihak yang menyuarakan klaim itu jauh dari pengamalan nilai-nilai Pancasila.
“Ada semacam pergeseran dari cita-cita nasional yang telah diletakkan dari para pendiri bangsa Indonesia yang rancang bangunnya ada dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, berdasarkan Pancasila," ujar Din Syamsuddin di kantor CDCC, Jumat (16/8).
Jauh Panggang dari Api
Tambahan pula, sistem politik dan ekonomi nasional saat ini jauh panggang dari api. Maknanya, sistem yang berlaku sekarang tak sesuai harapan atau belum cukup berpihak pada masyarakat luas.
Jika dikaitkan dengan sila kelima Pancasila, realitas dunia politik dan ekonomi Indonesia kini belum mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Yang masih kuat, kesenjangan sosial.
Maka dari itu, khususnya dalam memperingati 74 tahun kemerdekaan Indonesia, Din mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali kepada nilai-nilai dasar kebangsaan, yakni Pancasila dan UUD 1945. Nilai-nilai demikian seyogianya tidak hanya berhenti pada klaim di lisan, tetapi juga diwujudkan dalam pelaksanaan serta menjadi bagian dari strategi nasional.
Din berharap, para elite nasional, termasuk tokoh partai-partai politik, untuk menyadari peran mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. “Maka jangan sampai partai politik tidak berfungsi semestinya atau disfungsional. Tidak lupa juga dengan organisasi masyarakat (ormas) untuk bersungguh-sungguh menjadi kekuatan masyarakat madani yang mandiri," kata ketua umum PP Muhammadiyah 2005-2015 itu.
Yang Marak Kini: Oportunisme
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Wantimpus) Legiun Veteran RI 2012-2017, Letjen TNI (Purn) Sajidiman Surjohadiprodjo berpendapat senada. Menurut Sajidiman, kondisi kebangsaan Indonesia kini belum cukup selaras dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Saat ini, sebut dia, para elite pemimpin hanya memikirkan kepentingan sendiri daripada berjuang untuk masyarakat luas.
Ketua CDCC Prof Din Syamsuddin (paling kiri)dalam jumpa pers di Kantor CDCC, Jakarta, Jumat (16/8)
“Sekarang, tidak ada kebersamaan. Yang ada hanyalah kepentingan individu, kapitalis, dan oportunis. Cara paling mudah untuk mencapai kebersamaan diawali dengan hidup sederhana, jujur dan sopan santun sesuai ketentuan yang berlaku tidak usah macam-macam,” kata dia, Jumat (16/8).
Karena itu, dirinya mengaku prihatin bila melihat perkembangan masyarakat saat ini yang semakin menonjolkan aspek-aspek perbedaan, alih-alih kebersamaan. Padahal, bila elite dan masyarakat bersatu memikirkan kepentingan bersama, maka tergalanglah kekuatan besar. Indonesia pun akan dihargai oleh negara-negara lain.
Bahkan, Sajidiman menyebut, kini Pancasila dan UUD 1945 berhenti pada retorika belaka. Tidak benar-benar diterapkan dalam kehidupan bernegara. Pancasila adalah dasar pedoman, sedangkan UUD 1945 merupakan peraturan yang mengikat seluruh elemen bangsa. Nyatanya, lanjut dia, sampai saat ini falsafah bangsa dan regulasi dasar itu belum mewujud nyata dalam kehidupan bangsa.
“Kalau diawali dengan niat untuk mencapai ketahanan nasional, Indonesia tidak akan diganggu oleh negara manapun. Indonesia harus memiliki konsistensi jangan malah melempar tanggung jawab ke negara lain. Memangnya mau negara kami dijajah lagi? Coba mulai sekarang untuk pelajari dan terapkan yang sudah menjadi dasarnya,” ujar dia.